Makalah
ASURANSI
OLEH :
KELOMPOK 10
AISYAH RIANDA GEWA
ILHAMUDDIN PURBA
LENSA GUSTI UTAMI
KELAS : AKUNTANSI SYARIAH_VIIA
MATA KULIAH: BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
TA.2018/2019
------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah
segala puji syukur kami ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena hanya
berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Shalawat dan
salam senantiasa tersanjungkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
beserta keluarga sahabat dan pengikut-pengikutnya yang telah membawa kita dari
alam yang gelap gulita kepada alam yang terang benderang yaitu Islam, semoga
kita mendapatkan syafaatnya di Yaumil Akhir.
Penulisan Makalah ini guna melengkapi
atau memenuhi tugas Mata Kuliah Bank dan Lembaga Keuangan. Dengan terselesaikannya Makalah ini, penulis
dengan ikhlas menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantunya baik langsung maupun tidak langsung khususnya kepada Dosen Pengampu
yang telah memberi bimbingan kepada kami.
Sebagai manusia biasa yang tak lepas
dari kekhilafan, demi perbaikan Makalah ini selalu di harapkan kritik dan saran
dari semua pihak. Semoga Makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya bagi
para pembaca pada umumnya.
Medan, September 2018
Kelompok
10
------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................ i
Daftar Isi ........................................................................................ ii
BAB I : PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ..................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah ................................................................. 1
C.
Tujuan Penulisan ................................................................. 1
BAB II : PEMBAHASAN
A.
Pengertian Asuransi .............................................................. 2
B.
Status Hukum Asuransi ......................................................... 4
C.
Fungsi, Manfaat dan Tujuan Asuransi ......................................... 5
D.
Penggolongan Jenis Usaha Asuransi .......................................... 7
E.
Prinsip Dasar Asuransi .......................................................... 8
F.
Risiko dan Ketidakpastian ..................................................... 10
G.
Perbedaan Asuransi dengan Spekulasi ....................................... 12
H.
Asuransi Syariah ................................................................. 12
I.
Perbedaan Asuransi Syariah Dengan
Asuransi Konvensional ........... 16
BAB III : PENUTUP
A.
Kesimpulan ................................................... .................... 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 21
LAMPIRAN ...................................................................................... 22
------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Manusia dalam menjalani kehidupan
selalu dihadapkan pada berbagai risiko yang tidak disenangi dan bersifat
merugikan. Asuransi merupakan salah satu bentuk pengendalian atas risiko yang
dilakukan dengan cara mengalihkan risiko dari pihak tertanggung ke pihak
penanggung. Risiko dalam asuransi adalah ketidakpastian akan terjadinya suatu
peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis.
Segala sesuatu selalu mengandung
risiko. Kita tidak akan tahu kapan kita akan terlibat dengan keadaan yang tidak
diinginkan. Risiko bisa terjadi tanpa diduga sebelumnya. Oleh karena itu,
dibutuhkan asuransi untuk mempersiapkan diri apabila risiko yang tidak disenangi
dan merugikan terjadi. Hal tersebut yang dimanfaatkan oleh perusahaan asuransi
dalam menjalankan usahanya. Masyarakat saat ini banyak yang telah menyadari
bahwa asuransi berguna untuk mengurangi risiko yang akan ditanggung apabila
terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Setelah menggunakan asuransi masyarakat
dapat membuat perencanaan keuangan apabila kemungkinan terjadinya risiko telah
dipersiapkan sebelumnya. Dengan demikian masyarakat dapat lebih fokus
memikirkan masa depan.
Perkembangan saat ini terdapat dua
jenis asuransi yaitu asuransi konvensional dan asuransi syariah. Sebenarnya
kedua jenis asuransi tersebut tidak terlalu berbeda jauh. Hanya saja ada
beberapa hal yang memang bertolak belakang sehingga perlu adanya penyesuaian
yang dilakukan.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah Apa yang dimaksud
dengan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah beserta perbedaannya.
C.
TUJUAN
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui konsep Asuransi
Konvensional dan Asuransi Syariah.
------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Asuransi
Asuransi terambil dari kata assurantie (Belanda), yang dalam bahasa
Inggrisnya disebut insurance, mengandung arti menanggung suatu kerugian yang
terjadi. Sementara dalam bahasa Arab, asuransi terambil dari kata أمن , yang berarti aman, yaitu berkenaan
dengan ketenangan jiwa dan meniadakan rasa takut.
Muhammad Sayid al-Dasûkî mengartikan asuransi sebagai transaksi
yang mewajibkan kepada pihak tertanggung untuk menunaikan
kewajiban-kewajibannya berupa jumlah uang kepada pihak penanggung, dan akan
menggantikannya manakala terjadi peristiwa kerugian yang menimpa si
tertanggung.
Sedangkan di Indonesia, menurut Undang-Undang No. 1 th 1992,
asuransi diartikan sebagai: Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian
antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.1
-Beberapa hal
penting mengenai asuransi:
1.
Merupakan suatu perjanjian yang
harus memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata; Perjanjian tersebut bersifat adhesif
artinya isi perjanjian tersebut sudah ditentukan oleh Perusahaan Asuransi
(kontrak standar). Namun demikian, hal ini tidak sejalan dengan ketentuan dalam
Undang-undang No. 8 tahun 1999 tertanggal 20 April 1999 tentang Perlindungan
Konsumen;
2.
Terdapat 2 (dua) pihak di dalamnya
yaitu Penanggung dan Tertanggung namun dapat juga diperjanjikan bahwa
Tertanggung berbeda pihak dengan yang akan menerima tanggungan
3.
Adanya premi sebagai bukti bahwa
Tertanggung setuju untuk diadakan
perjanjian asuransi;
4.
Adanya perjanjian asuransi
mengakibatkan kedua belah pihak terikat
untuk melaksanakan kewajibannya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus ada pada Asuransi adalah:
1. Subyek hukum (penanggung dan tertanggung);
2. Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung;
3. Benda asuransi dan kepentingan tertanggung;
4. Tujuan yang ingin dicapai;
5. Resiko dan premi;
6. Evenemen (peristiwa yang tidak pasti) dan ganti kerugian;
7. Syarat-syarat yang berlaku;
8. Polis asuransi.
2 -Istilah dalam Asuransi
·
Pemegang Polis (Policy Owner /
Policy Holder)
Adalah
Orang atau badan yang mengadakan perjanjian asuransi dengan pihak perusahaan
asuransi atau penanggung.
·
Pihak Tertanggung ( Insured)
Adalah Orang yang atas jiwanya
diasuransikan atau pihak yang ditanggung oleh polis asuransi jiwa. Sering kali pemegang
Polis sekaligus sebagai tertanggung.
·
Pihak Penanggung (Insurer)
Perusahaan asuransi jiwa yang
memberikan pertanggung dan mengadakan perjanjian tanggung menanggung dengan
pemegang polis.
·
Penerima Manfaat (Beneficiary)
Seseorang atau badan yang ditunjuk
dalam polis oleh pemegang polis asuransi jiwa untuk menerima manfaat polis.
·
Premi (Premium)
Imbalan
atau biaya yang harus dibayarkan tertanggung atas pengalihan risiko .
·
Manfaat Polis (Policy Benefit) /
Klaim (Claim)
Sejumlah
uang yang akan dibayar oleh penanggung jika risiko yang diperjanjikan terjadi dalam
waktu yang diperjanjikan
·
Suatu Peristiwa (Accident)
Adalah
Suatu peristiwa belum tentu akan terjadi (evenement).
B. Status Hukum Asuransi
Awalnya, asuransi didirikan sebagai upaya untuk saling melindungi
dan menolong di antara para pihak dalam rangka menghadapi kemungkinan yang akan
terjadi yang tidak mungkin dapat ditanggung sendiri. Kemungkinan terburuk dapat
saja terjadi, dan karena itu perlu mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Persiapan
itu dapat dilakukan oleh diri sendiri atau berkelompok dalam bentuk asuransi
atau perkongsian untuk saling menanggung.
Kini asuransi lebih dekat kepada nilai bisnisnya. Sebagai
perusahaan, baik asuransi konvensional maupun asuransi syariah, sama-sama
merupakan lembaga bisnis, yang artinya memiliki tujuan yang sama yaitu mencari
keuntungan. Keduanya, dengan berbagai cara dan metode, berupaya mencari
sebanyak-banyaknya orang agar menjadi nasabah mereka.
Dari pengertian di atas, sebenarnya
perbedaan utama dari asuransi syariah dan konvensional terletak pada tujuan dan
landasan operasional. Dari sisi tujuan, asuransi syariah bertujuan saling
menolong (ta’awuni) sedangkan dalam asuransi konvensional tujuannya
penggantian (tabaduli). Dari aspek landasan operasional, asuransi
konvensional melandaskan kepada peraturan perundangan, sementara asuransi
syariah melandaskan pada peraturan perundangan dan ketentuan syariah. 3
Adapun secara statifikasi peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang usaha perasuransian dan perusahaan
reasuransi, serta tentang perizinan dan penyelenggaraan usaha perusahaan
penunjang usaha asuransi dapat dituliskan sebagai berikut:
1.
Undang-Undang No. 2 Tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian.
2.
Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun
1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
3.
Peraturan Pemerintah no. 63 Tahun
1993 tentang perubahan atas PP No.73 Tahun 1992.
4.
Keputusan Menteri keuangan No.223/KMK.017/1993
tentang Perizinan Usaha Perusahaan Asuransi dan Usaha Reasuransi.
5.
Keputusan Menteri Keuangan No.
225/KMK.017/1993 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha
Asuransi.
6.
Keputusan Menteri Keuangan No.
481/KMK.017/1999 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi.
7.
Keputusan Menteri Keuangan No.226/KMK.017/1993
tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi.
8.
Keputusan Direktur Jenderal Lembaga
Keuangan No. Kep.4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi
Perusahaan Asuransi dan Reasuransi dengan Sistem Syariah.
Peraturan Perundang-undangan yang
telah dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan asuransi dan reasuransi syariah
antara lain:
1.
Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah. Peraturan inilah yang dapat
dijadikan dasar untuk mendirikan asuransi syariah.
2.
Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi
dan Perusahaan Reasuransi. Ketentuan yang berkaitan dengan asuransi syariah
tercantum dalam pasal 15-18 mengenai kekayaan yang diperkenankan harus dimiliki
dan dikuasai oleh perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip
syariah.
3.
Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 11/PMK.010/2011 tentang kesehatan keuangan usaha asuransi dan
usaha reasuransi dengan prinsip syariah.
4.
Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia PMK No.18/PMK.010/2010 tentang Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha
Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah. 4
C. Fungsi, Manfaat dan Tujuan Asuransi
Fungsi Asuransi
Yaitu Menempatkan posisi keuangan
tertanggung kembali kepada saat sebelum terjadi kerugian/loss.
Manfaat
Asuransi
•
Rasa aman dan perlindungan
•
Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil
•
Polis dapat dijadikan jaminan kredit
•
Sebagai tabungan dan sumber pendapatan
•
Alat penyebaran risiko
•
Membantu peningkatan kegiatan usaha.5
Tujuan
Asuransi
a. Pengalihan Risiko
Tertanggung mengadakan asuransi
dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya.
Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak
itu pula risiko beralih kepada penanggung.
b. Pembayaran Ganti Kerugian
Jika suatu ketika sungguh–sungguh
terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian),
maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian yang besarnya seimbang
dengan jumlah asuransinya. Dalam prakteknya kerugian yang timbul itu dapat
bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa kerugian total (total
loss).
Dengan demikian, tertanggung
mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang
sungguh–sungguh diderita.6
-Keuntungan Asuransi
Keuntungan
dengan membeli Jasa Asuransi:
•
Mengurangi ketidakpastian risiko
•
Kepastian adanya proteksi asuransi
•
Mengurangi beban keuangan akibat timbulnya kerugian
•
Memperoleh masukan berupa informasi dan saran
mengenai
cara mengurangi/ meminimalisasi risiko
• Menjamin ketenangan untuk berusaha/ bekerja
Keuntungan bagi Perusahaan Asuransi:
Berasal
dari:
•
Premi yang diterima
•
Penyertaan modal di perusahaan lain
•
Hasil bunga dari investasi surat berharga
•
Selisih premi asuransi dengan reasuransi
D. Penggolongan Jenis Usaha Asuransi
Penggolongan jenis asuransi di Indonesia bisa dibagi dari berbagai
segi, yaitu :
1.
Asuransi Ditinjau dari Fungsinya
Menurut
Undang-Undang No.2 Tahun 1992 tentang Usaha Peransuransian, jenis usaha
peransuransian meliputi asuransi kerugian,asuransi jiwa dan reasuransi.
a.
Asuransi Kerugian (Non Life
Insurance/General Insurance)
Yaitu
usaha yang memberikan jasa-jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian,
kehilangan manfaat dan tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari
peristiwa yang tidak pasti.
Perusahaan
asuransi kerugian adalah perusahaan yang hanya dapat menyelenggarakan usaha
dalam bidang usaha asuransi kerugian termasuk reasuransi. Usaha asuransi
kerugian di Indonesia antara lain:
1.
Asuransi Kebakaran
2.
Asuransi Pengangkutan
3.
Asuransi Aneka, yaitu jenis asuransi
yang meliputi anatara lain: asuaransi kendaraan bermotor, asuransi kecelakaan
bermotor, asuransi kecelakaan diri, pencurian, uang dalam pengangkutan,uang
dalam penyimpanan,kecurangan,dan sebagainya.
b.
Asuransi Jiwa (Life Insurance)
Asuransi
jiwa adalah suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan dalam penanggulangan
risiko yang dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya seseorang yang
diasuransikan. Asuransi jiwa merupakan suatu bentuk kerja sama antara
orang-orang yang ingin menghindarkan atau minimal mengurangi risiko yang
diakibatkan oleh risiko kematian, risiko hari tua, dan risiko kecelakaan. Usaha
perasuransian adalah perusahaan asuransi jiwa yang telah memperoleh izin usaha
dari Menteri Keuangan yang dapat melakukan kegiatan pertanggungan jiwa.
Asuransi
jiwa ini terbagi:
1.
Asuransi jiwa biasa, yaitu asuransi
yang diperuntukkan bagi perorangan yang umum dipasarkan oleh perusahaan
asuransi jiwa.
2.
Asuransi rakyat, yaitu asuransi yang
diperuntukkan bagi masyarakat yang berpenghasilan kecil (buruh, nelayan,
karyawan rendah, dan sebagainya).
3.
Asuransi kumpulan, yaitu asuransi
yang diperuntukkan bagi pegawai pemerintah/swasta, para buruh yang jumlahnya
lebih dari 3 orang.
4.
Asuransi dunia usaha, yaitu asuransi
yang diperuntukkan bagi pejabat dan karyawan perusahaan negara maupun swasta
dan pemilik perusahaan.
5.
Asuransi orang muda, yaitu asuransi
yang diperuntukkan bagi orang-orang muda yang telah mempunyai penghasilan.
6.
Asuransi keluarga , yaitu asuransi
yang ditujukan untuk memberikan ketentraman kehidupan ekonomi keluarga.
7.
Asuransi kecelakaan, yaitu asuransi
yang ditujukan untuk melindungi diri dari kecelakaan, melindungi tenaga kerja
dari kecelakaan kerja, dan melindungi diri dari kecelakaan akibat pengangkutan
darat, laut, dan udara.7
E. Prinsip
Dasar Asuransi
1. Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan (Insurable
Interest)
Prinsip kepentingan yang dapat
diasuransikan dijabarkan dalam pasal 250 KUHD yang menyatakan:
“Bilamana seseorang yang
mempertanggungkan untuk dirinya sendiri, atau seseorang, untuk tanggungan siapa
untuk diadakan pertanggungan oleh orang lain, pada waktu diadakannya
pertanggungan tidak mempunyai kepentingan terhadap benda yang dipertanggungkan,
maka penanggung tidak berkewajiban mengganti kerugian.”
Berdasarkan pasal tersebut di atas,
kepentingan yang diasuransikan itu harus ada pada saat ditutupnya suatu perjanjian
asuransi. Apabila syarat ni tidak terpenuhi, maka penanggung akan bebas dari
kewajibannya untuk membayar ganti kerugian. Pada dasarnya sesuai dengan
ketentuan Pasal 268 KUHD bahwa suatu kepentingan yang dapat diasuransikan
adalah semua kepentingan yang dapat dinilai dengan sejumlah uang, dapat diancam
suatu bahaya dan tidak dikecualikan oleh Undang-Undang.
Unsur kepentingan merupakan hal
pokok yang harus ada terlebih dahulu sebelum perjanjian asuransi dibuat. Jika
suatu kerugian dapat menimbulkan kerugian atas seseorang maka berarti ia
mempunyai suatu kepentingan yang dapat diasuransikan. Tanpa adanya unsure
kepentingan yang dapat diasuransikan, asuransi menjadi perjudian atau
pertaruhan. Bersama asuransi, perjudian dan pertaruhan tersebut masuk dalam
perjanjian untung-untungan.
2. Prinsip indemnitas (Indemnity)
Melalui perjanjian asuransi pihak
penanggung memberikan proteksi kemungkinan kerugian ekonomi yang akan diderita
tertanggung. Adapun proteksi tersebut berupa kesanggupan untuk memberikan ganti
kerugian jika tertanggung mengalami kerugian sebagai akibat dari peristiwa yang
tidak pasti (evenement). Pada dasarnya tujuan utama dalam perjanjian asuransi
adalah memberikan ganti kerugian kepada pihak tertanggung oleh pihak
penanggung.
Menurut H. Gunarto, prinsip
indemnitas tersirat dalam Pasal 246 KUHD yang memberikan batasan perjanjian
asuransi (yakni asuransi kerugian) sebagai perjanjian yang bermaksud memberikan
penggantian kerugian, kerusakan atau kehilangan (yaitu indemnitas) yang mungkin
diderita tertanggung karena menimpanya suatu bahaya yang pada saat ditutupnya
perjanjian tidak dapat dipastikan.
3. Prinsip kejujuran sempurna (utmost good faith)
Berkaitan dengan prinsip kejujuran
sempurna, Pasal 251 KUHD menyebutkan bahwa:
“ Setiap keterangan yang keliru atau
tidak benar atau setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si
tertanggung betapapun iktikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya sehingga
seandainya penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian ini
tidak akan ditutup atau ditutupnya dengan syarat-syarat yang sama,
mengakibatkan batalnya pertanggungan.”
Prinsip kejujuran merupakan asas
bagi setiap perjanjian, oleh karenanya harus dipenuhi oleh semua pihak dalam
perjanjian. Tidak dipenuhnya prinsip kejujuran dalam suatu perjanjian akan
menyebabkan adanya “cacat kehendak”, sebagaimana makna dari seluruh ketentuan dasar
yang ada dalam Pasal KUHPerdata.
Perkembangan hukum kontrak,
kewajiban pihak-pihak dalam perjanjian untuk menjelaskan mengenai segala
informasi yang benar dan selengkapnya menjadi kewajiban iktikad baik bagi para
pihak. Adapun kewajiban tersebut dikenal dengan kewajiban iktikad baik pra
kontrak.
4.
Prinsip subrogasi bagi penanggung (subrogation)
Pasal 284 KUHD
mengatur mengenai subrograsi yaitu sebagai berikut:
“ Penanggung yang telah membayar kerugian
dari suatu benda yang dipertanggungkan mendapat semua hak-hak yang ada pada si
tertanggung terhadap orang ketiga mengenai kerugian itu; dan tergantung
bertanggungjawab untuk setiap
perbuatan yang mungkin dapat
merugikan hak dari penanggung terhadap orang-orang ketiga itu.”
Kerugian yang diderita oleh pihak
tertanggung dikarenakan oleh pihak ketiga karena suatu peristiwa yang tidak
diharapkan terjadi, maka pihak tertanggung dapat menuntut kerugian kepada
penanggung dan pihak ketiga tersebut. Penggantian kerugian oleh kedua belah
pihak bertentangan dengan asas indemtitas dan larangan untuk memperkaya diri
sendiri dengan memperkaya hukum. Untuk menghindari hal demikian itu, pihak
ketiga yang bersalah tetap tetap dapat dituntut, hanya saja hak untuk menuntut
itu dilimpahkan kepada pihak penanggung (subrogasi).
5. Prinsip Kontribusi (contribution)
KUHD mengatur mengenai prinsip
kontribusi pada Pasal 278 yaitu sebagai berikut:
“Bilamana dalam polis yang sama oleh
berbagai penanggung, meskipun pada hari-hari yang berlainan, dipertanggungkan
untuk lebih daripada harganya, maka mereka menandatangani, hanya memikul harga
sesungguhnya yang dipertanggungkan. Ketentuan yang sama berlaku bilamana pada
hari yang sama, mengenai benda yang sama, di dalam pertanggungan-pertanggungan
yang berlainan.”
Prinsip kontribusi berlaku pada
doble insurance, yaitu apabila tertanggung menutup asuransi untuk benda yang
sama terhadap resiko yang sama kepada lebih dari seorang penanggung dalam polis
yang berlainan. Dalam terjadi doble insurance, maka hanya berlaku dalam hal-hal
sebagai berikut:
a.
Beberapa polis diadakan untuk
persamaan resiko yang menimbulkan kerugian itu;
b.
Beberapa polis menutup kepentingan
yang sama, dari tertanggung yang sama dan terhadap benda yang sama pula;
c.
Beberapa polis tersebut masih
berlaku pada saat kerugian terjadi.8
F. Risiko dan Ketidakpastian
Risiko dalam asuransi diartikan
sebagai ketidakpastian dari kerugian finansial atau kemungkinan terjadinya
kerugian. Adapun jenis-jenis risiko dalam asuransi ialah:
1) Risiko Murni
Adalah risiko yang apabila
benar-benar terjadi, akan memberikan kerugian dan apabila tidak terjadi, tidak
akan menimbulkan kerugian dan tidak juga memberikan keuntungan.
2) Risiko Spekulasi
Adalah risiko yang berkaitan dengan
terjadinya dua kemungkinan, yaitu kemungkinan untuk mendapat keuntungan atau
kemungkinan untuk mengalami kerugian.
3) Risiko Individu
Adalah risiko yang kemungkinan
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Risiko ini dibagi menjadi tiga, yaitu:
a) Risiko Pribadi (Personal
Risk)
Adalah risiko yang mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk memperoleh manfaat ekonomi. Risiko ini berfungsi
untuk menanggung dirinya sendiri atau orang yang ia asuransikan.
b) Risiko Harta (Property
Risk)
Adalah risiko yang ditanggungkan atas
harta yang dimilikinya rusak, hilang atau dicuri. Dengan kerusakan atau
kehilangan tersebut, pemilik akan kehilangan kesempatan ekonomi yang diperoleh
dari harta yang dimilikinya.
c) Risiko Tanggung
Gugat (Liability Risk)
Risiko yang mungkin kita alami atau
derita sebagai tanggung jawab akibat kerugian atau lukanya pihak lain.
Adapun cara menangani risiko dalam asuransi ialah:
1) Menghindari Risiko
Dapat dilakukan dengan cara
mempertimbangkan risiko yang mungkin timbul sebelum kita melakukan aktivitas-aktivitas.
Setelah mengetahui risiko yang mungkin timbul kita bisa menentukan apakah
aktivitas tersebut bisa kita lanjutkan atau kita hentikan.
2) Mengurangi Risiko
Tindakan ini hanya bersifat
meminimalisasi risiko yang mungkin terjadi.
3) Menahan Risiko
Berarti kita tidak melakukan
aktivitas apa-apa terhadap risiko tersebut.
4) Membagi Risiko
Tindakan ini melibatkan orang lain
untuk sama-sama menghadapi risiko.
5) Mentransfer Risiko
Berarti memindahkan risiko kerugian kepada pihak lain yang bersedia
serta mampu memikul beban risiko.
G. Perbedaan Asuransi dengan Spekulasi dan perjudian
Asuransi
|
Spekulasi
|
|
1
|
Kontrak
persetujuannya adalah pertanggungan
|
Kontrak persetujuannya
adalah jual beli
|
2
|
Risiko yang
ditangani adalah kerugian yang mungkin timbul
|
Risiko yang
ditangani adalah kemungkinan perubahan harga
|
3
|
Transaksi
asuransi bagaimanapun juga lebih menguntungkan ( operasinya berdasarkan hukum
bilangan besar) sehinga dapat mengurangi risiko yang ada
|
Risiko tidak
berkurang hanya berpindah kepada orang lain yang sanggup menanggung risiko
tsb
|
Perbedaan Asuransi dengan Perjudian
Asuransi
|
perjudian
|
|
1
|
Bertujuan mengurangi risiko yang sudah ada
|
Risiko semula belum ada dan baru muncul sesudah orang ikut
berjudi
|
2
|
Bersifa sosial terhadap masyarakat dan dpt memberi keuntungan
tertentu
|
Bersifat “tidak sosial” bisa mengacaukan rumah tangga /
masyarakat
|
3
|
Besarnya risiko dapat diketahui dan dapat diukur besarnya
kemungkinannya
|
Besarnya risiko tidak dapat diketahui dan tidak dapat diukur
kemungkinannya
|
4
|
Kontraknya tertulis dan mengikat kedua belah pihak
|
Konraknya tidak tertulis dan realisasinya tergantung etikat baik
masing-masing pihak yg terlibat
|
H. Asuransi Syariah
-Pengertian
Asuransi dalam
bahasa Arab disebut At-ta’min yang berasal dari kata amanah. Amanah berarti
memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman serta bebas dari rasa takut.
Istilah men-ta’min-kan sesuatu berarti seseorang membayar atau memberikan uang
cicilan agar ia atau orang yang ditunjuk menjadi ahli warisnya mendapatkan
ganti terhadap hartanya yang hilang (Amrin, 2006:3).
Menurut Fatwa
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang
pedoman umum asuransi syariah, asuransi syariah adalah usaha saling melindungi
dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam
bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah. Asuransi
syariah bersifat saling melindungi dan tolong menolong yang dikenal dengan
istilah ta’awun, yaitu prinsip hidup saling melindungi dan saling menolong atas
dasar ukhuwah islamiyah antara sesama anggota peserta asuransi syariah dalam
menghadapi malapetaka (Amrin, 2006:4).
Dalam perspektif ekonomi Islam,
asuransi dikenal dengan istilah takaful yang berasal dari bahasa arab takafala-yatakafulu-takaful
yang berarti saling menanggung atau saling menjamin. Asuransi dapat diartikan
sebagai perjanjian yang berkaitan dengan pertanggungan atau penjaminan atas
resiko kerugian tertentu.
Dalam ajaran
Islam, asuransi sebenarnya sudah dipraktikkan sejak zaman Rasulullah.
Cikal-bakal konsep asuransi syariah menurut sebagian ulama adalah ad-diyah `alā
al-`āqilah. Al-`āqilah adalah kebiasaan suku Arab jauh sebelum Islam datang.
Jika salah seorang anggota suku terbunuh oleh anggota suku lain, pewaris korban
akan dibayar uang darah (al-diyah) sebagai kompensasi oleh saudara terdekat
dari pembunuh. Saudara terdekat dari pembunuh tersebut dikenal dengan
al-`āqilah.
Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam
kitabnya Fatḥ al-Bārī, sebagaimana dikutip oleh Syakir Sula, mengatakan bahwa
pada perkembangan selanjutnya setelah Islam datang, sistem `āqilah disahkan
oleh Rasulullah menjadi bagian dari Hukum Islam Asuransi syariah di Indonesia
diawali pada tahun 1994.9 Pada saat itu, PT Syarikat Takaful
Indonesia berdiri pada 24 Februari 1994. Berdirinya lembaga ini dimotori oleh
Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia.
Asuransi
konvensional dimulai dari masyarakat Babilonia 4.000-3.000 SM yang dikenal
dengan Perjanjian Hammurabi, kemudian tahun 1668 M di Coffe House London
berdirilah Lloyd of London yang merupakan cikal bakal asuransi konvensional
(Amrin, 2006:12). Asuransi masuk ke Indonesia pada masa penjajahan Belanda.
Keberadaan asuransi di Indonesia merupakan akibat dari berhasilnya Bangsa
Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan di Indonesia pada masa
tersebut.
Perkembangan
bisnis asuransi syariah menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Hal tersebut
ditandai dengan meningkatnya jumlah pemegang polis asuransi syariah dan dana
premi yang terkumpul cukup signifikan. Masyarakat mulai menyadari pentingnya
perlindungan yang memberikan rasa nyaman secara lahir dan batin yang dilakukan
dengan berlandaskan syariah.10
- Landasan Hukum Asuransi Syariah
Al-Qur’an
1. Surah al-Maidah ayat 2
Artinya: “… tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan
takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya”. (Q.S,
al-Maidah 5:2)11
Hadist
“diriwayatkan oleh Abu
Hurairah ra, Nabi Muhammad bersabda: Barangsiapa yang menghilangkan kesulitan
duniawinya seorang mukmin, maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala Akan menghilangkan kesulitannya pada hari
kiamat, barang siapa yang mempermudah kesulitan seseorang, maka Allah Akan
mempermudah urusan dunia dan akhirat.
(HR. Muslim)
-Pandangan
Ulama Tentang Asuransi
Konsep dan perjanjian
asuransi (aqdu at-ta‟miin) merupakan jenis akad baru yang belum pernah ada pada
masa-masa pertama perkembangan fiqih islam. Perbedaan pendapat bermunculan dari
para ulama fiqih masa kini (mu‟assirah). Diantara ulama ada yang menghalalkan
da nada yang mengharamkan, kemudian ada pula yang mengharamkan asuransi hanya
pada sebagian jenisnya.
1.
Ulama yang berpendapat asuransi dalam segala aspeknya haram termasuk asuransi
jiwa.
Pendapat ini didukung oleh kalangan ulama seperti Sayid Sabiq,
Abdullah
al- Qalqii, Muhammad Yusuf Qordawi dan Muhammad Bakhit alMuth‟i.
Adapun
alasan-alasan mereka mengharamkan asuransi antara lain :
a)
Pada dasarnya asuransi itu sama atau serupa dengan judi
b) Asuransi mengandung ketidakpastian
c)
Asuransi mengandung riba
d) Asuransi
bersifat eksploitas karena premi yang dibayarkan oleh peserta,
jika
tidak sanggup melanjutkan perjanjian maka premi hangus/ hilang
atau
dikurangi secara tidak adil (peserta dizalimi)
e)
Premi yang diterima oleh perusahaan diputar atau ditanam pada investasi yang
mengandung riba / bunga
f)
Asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar menukar uang dengan
tidak tunai.
g)
Asuransi menjadikan hidup atau mati seseorang sebagai objek bisnis , yang
berarti mendahului takdir Allah Pendapat pertama ini mengarah pada praktek
asurani konvensional yang mengandung gharar ( ketidakpastian ), maisir (
untung- untungan ) dan riba serta menempatkan posisi peserta sebagai pihak yang
terzalimi karena adanya loss premium.
2.
Ulama yang berpendapat membolehkan asuransi termasuk asuransi jiwa dalam
prakteknya
sekarang. Pendapat ini didukung oleh ulama seperti Abdul
Wahab
Khallaf, Mustafa Ahmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa dan
Abdurrahman
isa. Alasan mereka memperbolehkannya adalah:
a)
Tidak ada nas Al Quran dan Hadis yang melarang asuransi
b)
Ada kesepakatan antara kedua belah pihak
c)
Mengandung kepentingan umum (maslahah „amah ), sebab premi –
premi
yang terkumpul bisa diinvestasikan untuk proyek- proyek yang produktif dan
untuk pembangunan
d)
Asuransi termasuk akad mudharabah , artinya akad kerja sama bagi hasil
antara
pemegang polis ( pemilik modal) dengan pihak perusahaan asuransi
yang
memutar modal atas dasar profitand loss sharin
e)
Asuransi termusak koperasi (syirkah ta‟awwuniah)
f)
Diqiyaskan (analogi) dengan system pension
Pendapatan kedua ini menitikberatkan
pada jenis asuransi sosial dan koperasi yang dikelola oleh pemerintah,
bertujuan bukan komersial, melainkan lebih pada kemaslahatan umat seperti
taspen, Jasa Raharja, dan lain sebagainya.
3. Ulama yang berpendapat bahwa asuransi bersifat syuhbat beralasan
karena tidak
dalil-dalil syar‟i yang secara jelas mengharamkan atau
menghalalkannya. Bila hukum asuransi dimasukkan dalam hal syubhat, maka kita
harus berhati-hati menghadapinya. Kita baru diperbolehkan menggunakan asuransi
kalau dalam keadaan darurat dan sangat dibutuhkan. Untuk saat ini setelah
munculnya asuransi syariah, maka tidak ada lagi istilah syubhat. Di kalangan
organisasi kemasyarakatan islam di Indonesia (Ormas Islam) Nahdhatul Ulama
dalam keputusan munas alim ulama NU di Bandar Lampung tahun 1992 memutuskan
bahwa asuransi jiwa hukumnya haram kecuali bila memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai
berikut :
a) Asuransi tersebut harus mengandung tabungan (saving)
b) Peserta yang ikut program asurasi harus bernia menabung
c) Pihak asuransi menginvestasikan dana peserta dengan cara-cara
yang
dibenarkan oleh syariat islam(bebas dari gharar, maisir dan riba )
d) Apabila peserta mengundurkan diri sebelum jatuh tempo , dana
yang telah
dibayarkan kepada pihak asuransi tidak hangus.
Apabila suatu ketika pihak tertanggung terpaksa tidak dapat
membayar uang premi,
maka :
a. Uang premi tersebut menjadi utang yang dapat diangsur oleh pihak
tertanggung
b. Hubungan antara pihak tertanggung dengan penanggung tidak
terputus
c. Uang tabungan milik tertanggung tidak hangus
d. Apabila sebelum jatuh tempo tertanggung meninggal dunia , maka
ahli warisnya
berhak mengambil sejumlah uang simpanannya. Sedangkan untuk
asuransi kerugian, Munas juga mengeluarkan keputusan bahwa hal itu
diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Apabila asuransi kerugian tersebut merupakan persyaratan bagi
objekobjek yang menjadi agunan bank
b) Apabila asuransi kerugian tersebut tidak dapat dihindari karena
terkait oleh ketentuan – ketentuan pemerintah seperti asuransi untuk barang-
barang yang diimpor dan eksport.
Sementara untuk asuransi sosial , munas memutuskan memperbolehkan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Asuransi sosial tidak termasuk akad muawadhah, tetapi akad
syirkah
ta‟awwuniah.
b) Diselenggarakan oleh pemerintah, sehingga kalau ada kerugian
ditanggung
oleh pemerintah dan jika ada keuntungan dikembalikan untuk
kepentingan
masyarakat.12
I. Perbedaan Asuransi Syariah Dengan
Asuransi Konvensional
Asuransi Syariah memiliki beberapa ciri Utama :
a) Akad Asuransi Syariah bersifat Tabarru
b) Akad asuransi syariah ini bukan akad mulzim (Perjanjian yang
wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak.
c) Dalam asuransi syariah tidak ada pihak yang lebih kuat karena
semua keputusan dan aturan diambil menurut izin jamaah, seperti dalam asuransi Takaful
d) Akad asuransi syariah bersih dari maysir, gharar, dan riba
e) Asuransi syariah bernuasa kekeluargaan.13
No
|
Prinsip
|
Konvensional
|
Syariah
|
1
|
Konsep
|
Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri dengan pihak tertanggung, dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan pergantian kepada tertanggung.
|
Sekumpulan orang yang saling membantu, saling menjamin, dan
bekerja sama, dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’
|
2
|
Asal usul
|
Dari masyarakat babilonia 4000-3000 SM yang dikenal dengan
perjanjian Hammurabi. Dan tahun 1668M di Coffe House London berdirilah Lloyd
of London sebagai cikal bakal asuransi konvensional.
|
Dari al-Aqidah, kebiasaan suku Arab jauh sebelum Islam ddatang.
Kemudian disakan oleh Rasulullah menjadi hukum Islam, bahkan telah tertuang
dalam konstitusi pertama di dunia (Piagam Madina) yang dibuat langsung
Rasulullah.
|
3.
|
Sumber hukum
|
Bersumber dari pikiran manusia dan kebudayaan.
Berdasarkan hukum positif, hukum alami dan contoh sebelumnya.
|
Bersumber dari wahyu Ilahi
Sumber hukum dalam syariah Islam adalah Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’,
Fatwa Shahabat, Qiyas, Istihsan, “urf Tradisi, dan Mashalih Mursalah
|
4
|
Maisir Gharar, Riba
|
Tidak selaras dengan syariah Islam karena terdapat 3 hal ini.
|
Bersih dari praktik Maisir Gharar, dan Riba
|
5
|
DPS (Dewan Pengawas Syariah)
|
Tidak ada. Sehingga di dalam praktiknya banyak bertentangan
dengan kaidah-kaidah syara’
|
Ada, yang berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan operasional
perusahaan agar terbebas dari praktik-praktik muamalah yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip syariah.
|
6
|
Akad
|
Akad jual beli (akad mu’awadhoh, akad idz’aan, akad gharra, dan
akad mulzim)
|
Akad tabarru’ dan akad tijaroh (mudhorobah, wakalah, wadiah,
syirkah, dan sebagainya)
|
7
|
Jaminan/risk (resiko)
|
Transfer of risk, di mana terjadi transfer resiko dari
tertanggung kepada penanggung
|
Sharing of risk, di mana terjadi proses saling menanggung antara
satu peserta dengan peserta lain (ta’awun)
|
8
|
Pengelolaan dana
|
Tidak ada pemisahan dana, yang berakibat terjadinya dana hangus
(untuk produk saving life)
|
Pada produk-produk saving life terjadi pemisahan dana, yaitu dana
tabarru’, derma ddan dana peserta, sehingga tidak mengenal dana hangus.
Sedangkan untuk term insurance (life) dan general insurance semuanya bersifat
tabarru’.
|
9
|
Investasi
|
Bebas melakukan investasi dalam batas-batas ketentuan
perundang-undangan. Dan tidak terbatasi pada halal-haramnya objek atau system
investasi yang digunakan.
|
Dapat melakukan investasi sesuai ketentuan perundang-undangan,
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Bebas
ddari riba dan tempat-tempat investasi yang terlarang.
|
10
|
Kepemilikan dana
|
Dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya menjadi milik
perusahaan. Perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan ke mana saja.
|
Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau
kontribusi, merupakan milik peserta (shohibul mal), asuransi syariah hanya
sebagai pemegang amanah(mudhorib) dalam mengelola dana tersebut.
|
11
|
Unsur premi
|
Unsur premi terdiri dari bunga (interest), biaya-biaya asuransi
(cost of insurance)
|
Iuran atau kontribusi terdiri dari unsur tabarru’ dan tabungan
(yang tidak mengandung unsur riba). Tabarru’ juga dihitung dari mortalita,
tetapi tanpa perhitungan bunga teknik.
|
12
|
Loading
|
Loading pada asuransi konvensional cukup besar terutama untuk
komisi agen, bias menyerap premi tahun pertama dan kedua. Karena itu, nilai
tunai pada tahun pertama dan kedua biasanya belum ada (masih hangus)
|
Pada sebagian asuransi syariah, loading (komisi agen), tidak
dibebankan kepada peserta tapi dari dana pemegang saham. Namun pada sebagian
yang lainnya mengambilkan dari sekitar 20-30% saja dari premi tahun pertama.
Dengan demikian nilai tunai tahun pertama sudah terbentuk.
|
13
|
Sumber pembayaran klaim
|
Sumber biaya klaim adalah dari rekening perusahaan, sebagai
konsekuensi penanggung terhadap tertanggung. Murni bisnis dan tidak ada
nuansa spiritual.
|
Sumber pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabarru’, yaitu
peserta saling menanggung. Jika salah satu peserta mendapat musibah, maka
peserta lainnya ikut menanggung bersama resiko.
|
14
|
System akuntansi
|
Menganut konsep akuntansi accrual basis, yaitu proses akuntansi
yang mengakui terjadinya peristiwa atau keadaan nonkas. Dan, mengakui
pendapatan, peningkatan assets, expenses, liabilities dalam jumlah tertentu
yang baru akan diterima pada waktu yang akan dating.
|
Menganut konsep akuntansi cash basis, mengakui apa yang
benar-benar telah ada, sedangkan accrual basis dianggap bertentangan dengan
syariah karena mengakui adanya pendapatan, harta beban, atau utang yang akan
terjadi pada masa yang akan datang. Sementara apakah itu dapat benar-banar
terjadi, hanya Alloh yang tahu.
|
15
|
Keuntungan / profit
|
Keuntungan yang diperoleh dari surplus underwriting, komisi
reasuransi dan hasil investasi seluruhnya adalah keuntungan perusahaan.
|
Profit yang diperoleh dari surplus underwriting, komisi
reasuransi dan hasil investasi, bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan,
tetapi dilakukan bagi hasil (mudhorobah) dengan peserta.
|
16
|
Misi dan visi
|
Secara garis besar misi utama dari asuransi konvensional adalah
misi ekonomi dan misi social.
|
Misi yang diemban dalam asuransi syariah adalah misi aqidah, misi
ibadah (ta’awun), misi ekonomi (iqtishodl), dan misi pemberdayaan ummat
(social)
|
------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perkembangan saat ini terdapat dua jenis asuransi yaitu asuransi konvensional dan asuransi syariah. Sebenarnya kedua jenis asuransi tersebut tidak terlalu berbeda jauh. Hanya saja ada beberapa hal yang memang bertolak belakang sehingga perlu adanya penyesuaian yang dilakukan.
Dalam perspektif ekonomi Islam, asuransi dikenal dengan istilah takaful yang berasal dari bahasa arab takafala-yatakafulu-takaful yang berarti saling menanggung atau saling menjamin. Asuransi dapat diartikan sebagai perjanjian yang berkaitan dengan pertanggungan atau penjaminan atas resiko kerugian ertentu.
Dalam ajaran Islam, asuransi sebenarnya sudah dipraktikkan sejak zaman Rasulullah saw. Cikal-bakal konsep asuransi syariah menurut sebagian ulama adalah ad-diyah `alā al-`āqilah. Al-`āqilah adalah kebiasaan suku Arab jauh sebelum Islam datang. Jika salah seorang anggota suku terbunuh oleh anggota suku lain, pewaris korban akan dibayar uang darah (al-diyah) sebagai kompensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat dari pembunuh tersebut dikenal dengan al-`āqilah
Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalamkitabnya Fatḥ al-Bārī, sebagaimana dikutip oleh Syakir Sula, mengatakan bahwa pada perkembangan selanjutnya setelah Islam datang, sistem `āqilah disahkan oleh Rasulullah menjadi bagian dari Hukum IslamAsuransi syariah di Indonesia diawali pada tahun 1994.9 Pada saat itu, PT Syarikat Takaful Indonesia berdiri pada 24 Februari 1994. Berdirinya lembaga ini dimotori oleh Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia.
Asuransi konvensional dimulai dari masyarakat Babilonia 4.000-3.000 SM yang dikenal dengan Perjanjian Hammurabi, kemudian tahun 1668 M di Coffe House London berdirilah Lloyd of London yang merupakan cikal bakal asuransi konvensional (Amrin, 2006:12). Asuransi masuk ke Indonesia pada masa penjajahan Belanda. Keberadaan asuransi di Indonesia merupakan akibat dari berhasilnya Bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan di Indonesia pada masa tersebut.
------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA
Reference of Book
-Andri Soemitra,MA. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah(Jakarta: Kencana)
-Prof. Dr. Ahmad Rodoni, Asuransi dan Pegadaian Syariah. 2015.(Jakarta: Mitra Wacana Media)
Reference of Journal
-Nur Hidayati Rosidah,Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah. Jurnal, (Surabaya, Universitas Negeri Surabaya).
-Retno Wulansari, Pemaknaan Prinsip Kepentingan dalam Hukum Asuransi di Indonesia. Jurnal.
-Muhammad Maksum, Pertumbuhan Asuransi Syariah di Dunia dan Indonesia.2011. Jurnal, (Jakarta:UIN Jakarta)
-Deny Guntara,Asuransi dan Ketentuan-ketentuan hukum yang mengaturnya. Jurnal, (Karawang: Universitas Buana Perjuangan).
-Dr. Kartika Sari, Pengenalan Asuransi. Jurnal, Universitas Gunadarma.
-Muhammad Tho’in, Aspek-Aspek Syariah dalam Asuransi Syariah.(Surakarta:STIE-AA), ISSN : 2477-6157,Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam
-Uswatun Hasanah,Asuransi dalam perspektif Hukum Islam, 2013, (Jawa Barat: Fakultas Hukum Universitas Indonesia).
-Agus Purnomo, Analisis Pembayaran Premi Dalam Asuransi Syariah, 2017,
Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Albanjari, Banjarmasin, Journal of Islamic Economics.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar