Makalah Mengenai Khiyar, Dasar Hukum, Macam-macam & Permasalahannya
IAIN Zawiyah Cot Kala Langsa |
IAIN Zawiyah Cot Kala
Langsa
-----------------------------------------------------
----------------------------
BAB II
KHIYAR
A. Pengertian
khiyar
Kata al-khiyar dalam bahasa arab berarti
pilihan. Pembahasan al-khiyar dikemukakan para ulama fiqh dalam permasalahan
yang menyangkut transaksi dalam bidang perdata khususnya transaksi ekonomi,
sebagai salah satu hak bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi (akad)
ketika terjadi beberapa persoalan dalam transaksi.
Secara terminologis para ulama fiqh
mendefinisikan al-khiyar dengan:
ﺃﻦﻴﻜﻮﻦﻠﻟﻤﺗﻌﺎﻗﺪﺍﻤﺿﺎﺀﺍﻠﻌﻗﺪﻮﻋﺪﻢﺇﻤﺿﺎﺌﻪﺒﻔﺨﻪﺮﻔﻗﺎﻠﻟﻤﺘﻌﺎﻗﺪﻴﻥ
Hak pilih bagi salah satu atau kedua
belah pihak yang melaksanakan transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan
transaksi yang disepakati sesuai dengan kondisi masing-masing pihak yang
melakukan transaksi.[1]
Sedangkan pengertian khiyar menurut Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah (KHES) pasal 20 (8) adalah hak pilih bagi penjual dan
pembeli untuk melanjutkan atau membatalkan akad jual beli yang dilakukannya.[2]
B. Dasar Hukum dan Penjelasannya
Adapun dasar hukum yang terkait dengan
hak khiyar dalam jual beli adalah sebagai berikut:
ﻮﻋﻦﺍﺑﻥﻋﻤﺭﻋﻥﺭﺴﻮﻞﺍﷲﺼﻠﻰﷲﻋﻠﻴﻪﻮﺴﻠﻡ:ﺇﺬﺗﺑﺎﻴﻊﺍﻠﺮﺟﻼﻦﻔﻜﻝﻭﺍﺤﺪﻤﻨﻬﻤﺎﺒﺎﺍﻠﺧﻴﺎﺮﻤﺎﻟﻢﻴﺘﻔﺮﻗﺎﺃﻭﻜﺎﻧﺎﺠﻤﻴﻌﺎﺃﻭﻴﺧﻴﺭﺃﺤﺪﻫﻤﺎﺍﻵﺨﺮﻔﺈﻦﺧﻴﺭﺃﺤﺪﻫﻤﺎﺍﻵﺨﺮﻔﺘﺑﺑﺎﻴﻌﺎﻋﻟﻰﺫﻠﻚﻔﻗﺩﻮﺠﺐﺍﻠﺒﻴﻊﻮﺇﻦﺗﻔﺭﻗﺎﺑﻌﺩﺃﻦ
ﺗﺑﺎﻴﻌﺎﻮﻟﻡﻴﺗﺭﻚﻭﺍﺤﺪﻤﻧﻬﻤﺎﺍﻟﺑﻴﻊﻔﻘﺪﻮﺠﺐﺍﻟﺑﻴﻊ.ﻤﺗﻔﻖﻋﻠﻴﻪﻮﺍﻠﻟﻔﻆ ﻟﻤﺴﻟﻡ.[3]
Artinya꞉”Dari
umar ra,dari Rasulullah SAW bersabda:”Apabila ada dua orang melakukan akad jual
beli, maka masing-masing dari keduanya
mempunyai hak khiyar (memilih antara membatalkan
atau meneruskan jual beli)selama belum
berpisah atau masih bersama;atau jika salah seorang diantara keduanya
menentukan khiyar kepada yang lainnya.jika salah seorang diantara menentukan
khiyar pada yang lain,lalu mereka berjual beli atas dasar itu ,maka jadilah
jual beli itu .JIka mereka berpisah setelah melakukan jual beli dan
masing-masing dari keduanya tidak mengurukan jual beli,maka jadilah jual beli
itu .(Muttafaq Alaih,dan lafazh hadits ini menurut riwayat Muslim). ”3
Penjelasan
kalimat
“Dari Ibnu umar ra,dari Rasulullah SAW bersabda :”Apabila ada dua orang melakukan
jual beli (yakni menetapkan adanya jual beli di antara kedunya tidak saling
menawarkan) maka masing-masing dari keduanya mempunyai hak khiyar (memilih
antara membatalkan atau meneruskan jual beli) selama mereka belum berpisah
(yakni bila salah satu dari keduanya mensyaratkan adanya khiyar dalam tempo
tertentu untuk meneruskan jual beli sebelum berpisah,maka terjadilah jual beli
padasaat itu dan batallah ketentuan berpisah.hal tersebut ditunjukkan dari
sabda beliau):Jika mereka berpisah (yakni dengan tubuh mereka) setelah
melakukan jual beli (yakni mengadakan akad jual beli) dan masing-masing orang
tidak meragukan jual beli,maka jadilah jual beli itu.”
Dalam hadits terdpat petunjuk adanya
khiyar majelis bagi kedua pihak pelaku jual beli sampai kedunya berpisah
badan.Ulama berbeda pendapat tentang keberadaannya menjadi dua
pendapat,yaitu:pertama,tetap hukumnya,inilah pendapat sekelompok sahabat di
antaranya Ali bin Abi Thalib,Ibnu Abbas,Ibnu Umar dan lainnya.Itu juga yang di
pegang oleh kebanyakan kalangan tabi’in dan Asy-Syafi’i,Ahmad,Ishaq dan imam
Yahya mereka mengatakan:perpisahan yang membatalkan khiyar yaitu sesuatu yang
dinamakan perpisahan secara adat kebiasaan.Seperti dalam rumah yang sempit
dengan cara salah seorang keluar darinya,dan dalam rumah yang besar dengan cara
berpindah dari tempatnya ke tempat yang lain dengan dua langkah atau tiga
langkah.Perpisahan tersebut ditunjukkan dengan perbutan Ibnu Umar yang
terkenal.Bila kedua pihak ada.Mahzab ini
berargumentasi dengan hadits yang Muttaaq Alaih ini. Kosakata Hadits:
Al
Khiyar: Adalah meminta yang terbaik dan
dua hal, adakalanya melanjutkan akad atau membatalkannya.
Idza
Tabayya’a: Dengan arti saling melakukan jual beli.
Ma
lam yatafarraqa: Sebagian ahli bahasa membedakan di antara keduanya, yaitu
keduanya berpisah dengan pembicaraan dan berpisah secara fisik. Yang dimaksud
hadits ini adalah berpisah secara fisik.
Au
Yukhaiyyiru Ahaduhum Al Aakhar. An-Nawawi berkata, “Artinya hendaklah seseorang
berkata: Pilihlah untuk melanjutkan akad jual beli, apabila ia melakukan
khiyar, maka jual beli wajib baginya.”[4]
Hadits tersebut kami lacak melalui
Maktabah Syameela dengan menggunakan potongan lafadz بالخيار. Hadits lengkapnya
tertuang didalam bab إذ خير أحدهما ,jus 2, halaman 744.
dilakukanya
khiyar pada jual beli. Karena terkadang dalam jual beli tiba-tiba terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan dan tidak terpikirkan pada barang dagangan,
sehingga salah satu atau kesempatan
untuk berpikir yang disebut khiyar. Agar kedua belah pihak dalam bertransaksi
dapat memilih pilihan yang sesuai antara meneruskan atau membatalkan transaksi.
Adapun
hadits yang diriwayatkan dari Hakim bin Hizam Radhiyallahu Anhu, bahwa
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
ﺍﺒﻴﻌﻧﺎﺑﺎﻟﻐﻴﺎﺮﻤﺎﻟﻡﻴﺘﻔﺮﻘﺎ,ﻔﺈﻦﺼﺪﻘﺎﻮﺑﻴﻧﺎﺑﻮﺮﻚﻟﻬﻤﺎﻔﻰﺒﻴﻌﻬﻤﺎ,ﻮﺇﻥﻜﺘﻤﺎﻮﻜﺬﺑﺎﻤﻬﻘﺖﺒﺮﻜﺔﺒﻴﻌﻬﻤﺎ.
“Dua
pihak yang berjual beli mempunyai hak memilih selama keduanya belum berpisah.
Bila keduanya jujur dan berterus terang, niscaya jual beli keduanya diberkahi.
Dan jika keduanaya menyembunyikan kondisi barang dan berdusta, niscaya terhapus
berkah jual belinya”[5]
C. Macam-macam Khiyar
1. Khiyar Majlis
Ialah hak pilih bagi kedua belah pihak
yang berakad untuk membatalkan akad, selama keduanya masih berada dalam majelis
akad dan belum berpisah badan. Artinya, suatu transaksi baru dianggap sah
apabila kedua belah pihak yang melaksanakan akad telah berpisah badan atau
salah seorang di antara mereka telah melakukan pilihan untuk menjual dan atau
membeli.[6] Dalam hadits terdpat
petunjuk adanya khiyar majelis bagi kedua pihak pelaku jual beli sampai kedunya
berpisah badan.Ulama berbeda pendapat tentang keberadaannya menjadi dua
pendapat,yaitu:pertama,tetap hukumnya,inilah pendapat sekelompok sahabat di
antaranya Ali bin Abi Thalib,Ibnu Abbas,Ibnu Umar dan lainnya.Itu juga yang di
pegang oleh kebanyakan kalangan tabi’in dan Asy-Syafi’i,Ahmad,Ishaq dan imam
Yahya mereka mengatakan:perpisahan yang membatalkan khiyar yaitu sesuatu yang
dinamakan perpisahan secara adat kebiasaan.Seperti dalam rumah yang sempit
dengan cara salah seorang keluar darinya,dan dalam rumah yang besar dengan cara
berpindah dari tempatnya ke tempat yang lain dengan dua langkah atau tiga
langkah.Perpisahan tersebut ditunjukkan dengan perbutan Ibnu Umar yang
terkenal.Bila kedua pihak ada.Mahzab ini
berargumentasi dengan hadits yang Muttaaq Alaih ini Ulama ada yang berbeda pendapat
tentang khiyar ini yaitu:Pertama,
Asy-Syafi’i dan Hanabillah berpendapat bahwa jika pihak yang akad menyatakan
ijab dan qabul, akad tersebut masih termasuk akad yang boleh atau tidak lazim
selagi keduanya masih berada di tempat atau belum berpisah badan. Keduanya
masih memiliki kesempatan untuk membatalkan, menjadikan, atau saling berpikir.[7]
Kedua, Hanafiyah dan Malikiyah
berpendapat bahwa tidak ada khiyar majelis dalam jual beli, menurut mereka,
akad telah dianggap sempurna dan bersifat lazim (pasti) semata berdasarkan
kerelaan kedua belah pihak yang dinyatakan secara formal melalui ijab dan qabul.
[8]Hal ini sejalan dengan
firman Allah SWT dalam surah an-Nisa’ (4) ayat 29:
ﺗﺠﺭﺓﻋﻦﺗﺭﺍﺾ....﴿۲۹﴾
“Jual
beli atas suka sama suka”….(Q.S.An-Nisaa’:29).[9]
2. Khiyar Ta’yin
Khiyar ta’yin ialah hak pilih bagi
pembeli dalam menentukan barang yang berbeda kualitas dalam jual beli. Sebagai
contoh adalah dalam pembelian kramik, misalnya ada yang berkualitas super (KW1)
dan sedang (KW2). Akan tetapi, pembeli tidak mengetahui secara pasti mana
keramik yang super dan mana kramik yang berkualitas sedang. Untuk menentukan
pilihan itu ia memerlukan bantuan pakar keramik dan arsitek. Khiyar seperti
ini, menurut ulama Hanafiyah adalah boleh. Dengan alasan bahwa produk sejenis
yang berbeda kualitas sangat banyak, yang kualitas itu tidak diketahui secara
pasti oleh pembeli, sehingga ia memerlukan bantuan pakar. Agar pembeli tidak
tertipu dan agar produk yang ia cari sesuai dengan keperluannya, maka khiyar
ta’yin dibolehkan.[10]
3. Khiyar Syarat
Yaitu hak pilih yang ditetapkan bagi
salah satu pihak yang berakad atau keduanya atau bagi orang lain untuk
meneruskan atau membatalkan jual beli, selama masih dalam tenggangan waktu yang
ditentukan. Misalnya, pembeli mengatakan “saya beli barang ini dari engkau
dengan syarat saya berhak memilih antara meneruskan atau membatalkan akad
selama satu minggu."
Para ulama fiqh sepakat menyatakan
bahwa khiyar syarat ini dibolehkan dengan tujuan untuk memelihara hak-hak
pembeli dari unsur penipuan yang mungkin terjadi dari pihak penjual. Sedangkan
khiyar syarat menentukan bahwa baik barang maupun nilai/harga barang baru dapat
dikuasai secara hukum, setelah tenggang waktu khiyar yang disepakati itu
selesai.
Para ulama fiqh berbeda pendapat dalam
menentukan jumlah hari yang dijadikan tenggang waktu dalam khiyar syarat.
Menurut Imam Abu Hanifah, Zufar ibn Hujail (728-774M), pakar fiqh Hanafi, dan
Imam asy-Syafi’i (150-204H/767-820M), tenggang waktunya tidak lebih dari tiga
hari. Hal ini sejalan dengan hadits tentang kasus Habban ibn Munqiz yang
melakukan penipuan dalam jual beli, sehingga para konsumen mengadu kepada
Rasulullah saw, dan Rasulullah saw ketika itu bersabda:
ﺇﺫﺒﺎﻴﻌﺖﻓﻗﻝ:ﻻﺨﻼﺒﺔﻭﻟﻲﺍﻟﺧﻴﺎﺮﺛﻼﺜﺔﺃﻴﺎﻢ
﴿ﺮﻭﻩﺍﻟﺒﺧﺎﺮﻯﻭﻤﺴﻟﻡﻋﻦﺍﺑﻦﻋﻤﺭ﴾
“Apabila
seseorang membeli suatu barang, maka katakanlah (pada penjual): janganlah ada
tipuan! Dan saya berhak memilih dalam tiga hari. (HR al-Bukhari dan Muslim dari
Umar).
Menurut mereka, ketentuan tenggangan
waktu tiga hari ini ditentukan syara’ untuk kemaslahatan pembeli.[11]
4. Khiyar ‘Aib
Khiyar ‘Aib (cacat) menurut ulama
fiqih adalah keadaan yang membolehkan salah seorang yang akad memilih hak untuk
membatalkan akad atau menjadikannya ketika ditemukan aib (kecacatan) dari salah
satu yang dijadikan alat tukar-menukar yang tidak diketahui pemilikannya waktu
akad.
Penyebab
khiyar aib adalah adanya cacat pada barang yang dijual belikan (ma’qul alaih)
atau harga (tsaman), karena kurang nilainya atau tidak sesuai dengan maksud,
atau orang yang dalam akad tidak meneliti kecacatannya ketika akad.
Khiyar
aib disyaratkan dalam islam, yang didasarkan pada hadits, salah satunya ialah:
ﺍﻟﻤﺴﻟﻡﺍﺧﻭﺍﻟﻤﺴﻟﻡﻻﻳﺣﻝﻟﻤﺴﻟﻡﺑﺎﻉﺍﺧﻳﻪﺑﻳﻌﺎﻭﻓﻳﻪﻋﻳﺐﺍﻻﺑﻳﻧﺔﻠﻪ
﴿ﺮﻭﺍﻩﺑﻦﻤﺎﺠﻪﻋﻦﻘﺒﺔﺑﻦﻋﺎﺮ﴾
Artinya:
“seorang muslim adalah saudara muslim yang lain. Tidaklah halal bagi seorang
muslim untuk menjual barang bagi saudaranya yang mengandung kecacatan, kecuali
jika menjelaskanya terlebih dahulu.”[12]
Hadits
tersebut lacak melalui Maktabah Syameela dengan menggunakan potongan lafadz بَاعَ
مِنْ أَخِيهِ. Hadits lengkapnya tertuang didalam bab من باع عيبا
,jus 7, halaman 99.
5. Khiyar Ru’yah
Khiyar
ru’yah ialah hak pembeli untuk membatalkan atau tetap melangsungkan akad ketika
dia melihat obyek akad dengan syarat dia belum melihatnya ketika berlangsung
akad atau sebelumnya dia pernah melihatnya dalam batas waktu yang memungkinkan
telah terjadi perubahan atasanya.
Konsep khiyar ini disampaikan oleh fuqoha
Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah dan Dhahiriyah dalam kasus jual beli benda yang
ghaib (tidak ada ditempat) atau benda yang belum pernah diperiksa. Sedangkan
menurut Imam Syafi’i khiyar ru’yah ini tidak sah dalam proses jual beli karena
menurutnya jual beli terhadap barang yang ghaib (tidak ada ditempat) sejak
semula dianggap tidak sah. Adapun landasan hukum mengenai khiyar ru’yah
sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits:
ﻤﻥﺍﺸﺗﺮﻯﺸﻳﺌﺎﻠﻡﻳﺮﺍﻓﻬﻮﺑﺎﻠﺧﻳﺎﺮﺍﺬﺍﺮﺍﻩ
﴿ﺮﻮﺍﻩﻫﺎﻠﺩﺍﺮﻘﻃﻨﻰﻋﻦﺃﺒﻲﻫﺮﻴﺮﺓ﴾
“Barang
siapa yang membeli sesuatu yang belum pernah dilihatnya, maka baginya hak
khiyar ketika melihatnya.” (HR ad-Daruqutni dari Abu Hurairah).
Hadits tersebut lacak melalui Maktabah
Syameela dengan menggunakan potongan lafadz اذاراه. Hadits lengkapnya tertuang
didalam bab من قا ل يجوزبيع ,jus 2,
halaman 456.
6. Khiyar Naqd (Pembayaran)
Khiyar naqd tersebut terjadi apabila
dua pihak melakukan jual beli dengan ketentuan jika pihak pembeli tidak
melunasi pembayaran, atau pihak penjual tidak menyerahkan barang dalam batas
waktu tertentu. Maka pihak yang dirugikan mempunyai hak untuk membatalkan atau
tetap melangsungkan akad.[13]
D. Tujuan Khiyar
Tujuan khiyar ialah agar orang-orang yang
melakukan transaksi perdata tidak
dirugikan dalam transaksi yang mereka lakukan, sehingga kemaslahatan yang
dituju dalam suatu transaksi tercapai dengan sebaik-baiknya. Status khiyar,
menurut ulama fiqh, adalah disyari’atkan atau dibolehkan karena suatu keperluan
yang mendesak dalam mempertimbangkan kemaslahatan masing-masing pihak yang
melakukan transaksi.[14]
E. Khiyar dan Permasalahannya
1.
Siapa pemilik hak khiyar, penjual atau
pembeli saja? Bagaimana hukum kasus tentang “ Barang yang sudah di beli tidak
boleh dikembalikan”.
Pada dasarnya khiyar pada jual beli
diperbolehkan. Akan tetapi tergantung ketika akad jual beli berlangsung. Khiyar
tidak sah jika salah satu pihak merasa dirugikan atau salah satu darinya ada
sebuah kebohongan. Dalam pembahasan diatas sudah sangat jelas mengenai sah dan
batalnya khiyar. Sah jika syaratnya terpenuhi, khiyar akan batal jika persyaratan
tidak terpenuhi atau salah satu pihak merasa dirugikan. Karena unsur
kebohongan, untuk itu apabila kita membeli sesuatu harus teliti, cermat dan
hati-hati.
Pemilik hak khiyar adalah penjual dan pembeli,
jadi apabila ada penjual yang sudah menuliskan “Barang yang sudah dibeli tidak
boleh dikembalikan”. Itu merupakan akad dari penjual maka pembeli sebelum
membeli atau mengesahkan jual belinya harus lebih teliti. Tetapi apabila kita
merujuk pada hadits:
ﻋﻦﻨﺎﻓﺡﻋﻦﻋﺑﷲﺑﻦﻋﻤﺭﺭﺿﻴﻰﷲﻋﻨﻫﻤﺎﺃﻥﺭﺳﻮﻞﷲﺼﻠﻰﷲﻋﻠﻴﻪﻮﺎﺳﻠﻢﻘﺎﻞ:ﺍﻠﻤﺘﺒﺎﺑﻌﺎﻥﻛﻝﻭﺍﺣﺩﻤﻧﻬﻣﺎﺑﺎﻠﺨﻳﺎﺭﻋﻟﻰﺼﺎﺣﺑﻪﻣﺎﻟﻢﻴﺗﻔﺭﻔﺎﺇﻻﺑﻴﻊﺍﻠﺨﻳﺎﺭ
Artinya:
“ Setiap penjual dan pembeli berhak memilih (khiyar) atas yang lainnya selama
belum berpisah, kecuali jual beli khiyar.”[15]
boleh
dikembalikan akan tetapi ada perjanjian akad dengan penjual meskipun sudah
tertera “Barang yang sudah dibeli tidak boleh dikembalikan.”
-----------------------------------------------------
----------------------------
KESIMPULAN
Khiyar adalah hak pilih bagi salah satu
atau kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi untuk melangsungkan atau
membatalkan transaksi yang disepakati sesuai dengan kondisi masing-masing pihak
yang melakukan transaksi.
B. Macam-macam Khiyar
1. Khiyar Majlis
2. Khiyar Ta’yin
3. Khiyar Syarat
4. Khiyar ‘Aib
5. Khiyar Ru’yah
6. Khiyar Naqd (Pembayaran)
Tujuan khiyar ialah agar orang-orang yang
melakukan transaksi perdata tidak
dirugikan dalam transaksi yang mereka lakukan, sehingga kemaslahatan yang
dituju dalam suatu transaksi tercapai dengan sebaik-baiknya.
D. Pemilik hak khiyar adalah penjual dan
pembeli, jadi apabila ada penjual yang sudah menuliskan “Barang yang sudah dibeli
tidak boleh dikembalikan”. Itu merupakan akad dari penjual maka pembeli sebelum
membeli atau mengesahkan jual belinya harus lebih teliti.
----------------------------
DAFTAR PUSTAKA
1.
Abdul
rahman ghazali, Ghufron ihsan, dan sapiudin shidiq, fiqh muamalat(jakarta:
kencana,2010) cet ke-1
2.Abdul Aziz Muhammad azzam, fiqh muamalat(jakarta: Amzah,
2010) cet ke-1
3.Ad-dasuki,Syarh kabir wa
hasyiyatuhu,Juz III.
4.Hendi Suhendi,fiqh muamalah(jakarta,Raja
Grafindo,2010).hlm.83
5.Ibn Qudamah,Al-Mughni,Juz III.
6.Muhammad Asy-Syarbini,Mughni
Al-Muntaj,Juz II
7. Hajar, Ibnu al-Asqalani.
2007. Terjemahan Lengkap Bulughul Maram.
Jakarta: Akbar Media Eka Sarana.
------------------------------
-----------------------------
[1]Nasrun Haroen,
Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 129.
[2] Ahmad
Mujahidin, Kewenangan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di
Indonesia (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010) 251.
[3] Imam
Abu Husein Muslim bin Hajjaj Al Qusyairy An Naisabury, Sahih Muslim, Vol. IV
(Semarang: CV. Asy Syifa’, 1993) 20-21.
[4] ]
Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Syarah Bulughul Maram, Vol. 4 (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2006) 378.
[5] Muhammad
bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam Al-Kamil (Jakarta:
Darus Sunnah Press, 2008)886.
[6] Haroen,
Fiqh, 130.
[7] Rachmat
Syafe’i, FIQIH MUAMALAH (Bandung: Pustaka Setia, 2001) 115
[8] Qomarul
Huda, FIQH MU’AMALAH (Yogyakarta: Teras, 2011) 42.
[9] Muhammad
bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, As-Subulus As-Salam Syarah Bulughul Maram,
Vol.2 (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2007) 389.
[10] Muhammad
bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, As-Subulus As-Salam Syarah Bulughul Maram,
Vol.2 (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2007) 389.
[11] Ibid.,
132-133.
[12] Syafe’i,
FIQIH, 116.
[13]
Huda, FIQH, 46.
[14] Haroen,
Fiqh, 129.
[15] Al
Imam Al Hafizh Ibnu Hajar, Fathul Baari Shahih Al Bukhari, Vol 12 (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2007) 127.
Semoga Bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar