MAKALAH
RAHASIA BANK
DI
S
U
S
U
N
OLEH
KELOMPOK : 2
Nama Kelompok : 1. IRMAYANI
2. MASITA N
Prodi : Muamalat (Mu)
Semester/ Unit : VII (Tujuh) / 2 (Dua)
Dosen Pembimbing :
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA
TAHUN AJARAN 2014 / 2015
----------------------------------------------------------------------
-------------------------------------
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah
Segala puji beserta syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan Rahmat dan Hidayahnya bagi kita untuk dapat menyelesaikan
tugas Makalah yang berjudul “RAHASIA
BANK”.
Shalawat
beriring salam marilah kita sanjungkan kepangkuan Nabi besar Muhammad SAW yang
telah membawa kita dari alam kebodohan kealam yang berilmu pengetahuan .
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah “HUKUM PERBANKAN”.
Makalah ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu sumber referensi bacaan
untuk mendapat pengetahuan disamping sumber-sumber lain yang telah ada.
Makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan, kami mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan pembuatan makalah
selanjutnya.
Langsa,
21 Oktober 2014
Penyusun
Kelompok
2
----------------------------------------------------------------------
-------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perbankan merupakan pokok dari sistem
keuangan setiap negara, karena perbankan merupakan salah satu motor penggerak
pembangunan seluruh bangsa. Tidak dapat disangkal bahwa dalam mencapai tujuan pembangunan
nasional, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang–Undang Dasar 1945, perbankan mempunyai peran yang sangat
penting.Sebagai lembaga
kepercayaan, bank berkewajiban merahasiakan kepentingan atau transaksi bisnis
yang dilakukan oleh nasabah bank.
Bank
adalah suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada
kepercayaan dari para nasabahnya yang mempercayakan dana dan jasa-jasa lain
yang dilakukan mereka melalui bank pada khususnya dan dari masyarakat luas pada
umumnya.
Oleh
karena itu, bank sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat yang
akan menyimpan dananya, maupun yang telah menggunakan jasa-jasa bank lainnya
terpelihara dengan baik dalam tingkat tinggi. Adapun kepercayaan masyarakat
kepada bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi suatu bank, sehingga
terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada perbankan juga kepentingan masyarakat
banyak.
Ketentuan
mengenai rahasia bank merupakan suatu hal yang sangat penting bagi nasabah
penyimpan dan simpanannya maupun bagi kepentingan dari bank itu sendiri, sebab
apabila nasabah penyimpan tidak mempercayai bank dimana ia menyimpan
simpanannya tentu ia tidak akan mau menjadi nasabahnya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana tinjauan umum rahasia bank
2.
Apa dasar hukum rahasia bank
3.
Bagaimana sanksi pelanggaran rahasia bank
C. Tujuan
Agar
mahasiswa/i mengetahui dan memahami mengenai rahasia bank, dasar hukum rahasia
bank beserta sanksi-sanksi atas pelanggaran rahasia bank.
----------------------------------------------------------------------
-------------------------------------
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum Rahasia Bank
Menurut
sejarahnya, rahasia bank sama tuanya dengan perkembangan perbankan itu sendiri.
Bahkan rahasia bank itu sudah ada sejak 4000 tahun yang lalu di babylonia.
Rahasia bank ini dalam perkembangannya diakui sebagai bagian hak asasi manusia
untuk melindungi rahasia pribadinya, terutama berkaitan dengan rahasia miliknya
atau keuangannya.[1]
Pada
zaman abad pertengahan ketentuan semacam rahasia bank itu telah diatur pada
peraturan perundangan,bahkan dikerajaan jerman pada saat itu telah diatur dalam
kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Bahkan mengenai rahasia bank ini di berbagai
negara telah masuk dalam konstitusi atau undang-undang. Tujuan diadakannya
undang-undang rahasia bank adalah untuk menciptakan kepercayaan masyarakat yang
menyimpan uangnya dibank.[2]
Di Indonesia pengaturan rahasia bank
untuk pertama kali dilakukan pada tahun 1960 dengan keluarnya Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor. 23 Tahun 1960 tentang Rahasia
Bank.
Salah
satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan
masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya ialah
kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank. Menyangkut “dapat atau tidaknya
bank dipercaya oleh nasabah yang menyimpan dananya dan atau menggunakan
jasa-jasa lainnya dari bank tersebut untuk tidak mengungkapkan keadaan keuangan
dan transaksi nasabah serta keadaan lain dari nasabah yang bersangkutan kepada
pihak lain”. Dengan kata lain, tergantung kepada kemampuan bank itu untuk
menjungjung tinggi dan mematuhi dengan teguh “rahasia bank”.
Sementara
adanya filosofi tentang kewajiban bank memegang rahasia keuangan nasabah
didasari oleh beberapa alasan, yaitu:
1.
Hak setiap orang atau badan untuk tidak mencampuri atas masalah yang
bersifat pribadi (personal privacy);
2.
Hak yang timbul dari hubungan perikatan antara bank dan nasabahnya.
Dalam kaitan ini bank berfungsi sebagai kuasa dari nasabahnya dan dengan
beritikad baik wajib melindungi kepentingan nasabah;
3.
Bekerja berdasarkan kepercayaan dari masyarakat atas dasar peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian,pengetahuan bank tentang
keadaan keuangan nasabah tidak disalahgunakan dan wajib dijaga kerahasiaannya
oleh pihak bank;
4.
Kebiasaan dan kelaziman dalam dunia perbankan;
5.
Karakteristik kegiatan usaha bank.[3]
B.
Pengertian Rahasia Bank
Rahasia
bank menurut UU No 7 Pasal 1 Ayat 16 Tahun 1992 yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal
lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib
dirahasiakan.[4]
Kemudian
perkembangan pengertian rahasia bank sebagaimana dimaksud dalam UU No.7 Tahun
1992 telah diubah dengan diberlakukannya UU No.10 Tahun 1998, yang mengatur
bahwa rahasia bank adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanannya.[5]
Dengan
demikian didalam UU Perbankan Syari’ah telah dirumuskan pengertian rahasia
bank, yaitu segala sesuatu yang
berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya serta
nasabah investor dan investasinya.[6]
Kalau
kita melihat dari pengertian rahasia bank diatas terdapat perubahan. Perubahan
objek rahasia bank tersebut sesuai dengan pendapat Mariam Darus Badaruzaman dan
M.Yahya Harahap,bahwa rahasia bank itu bukanlah rahasia tak terbatas.
berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, bahwa ruang lingkup rahasia bank
meliputi dana simpanan nasabah (nasabah kreditor) dan juga kredit yang diterima
oleh nasabah (nasabah debitur), tetapi dewasa ini berdasarkan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998, ruang lingkup rahasia bank terbatas hanya terdapat
identitas “nasabah penyimpan” disamping “keadaan” simpanan nasabah penyimpan
yang bersangkutan. Ini berarti bahwa yang dilindungi rahasia bank tidak hanya
menyangkut simpanannya saja, melainkan juga meliputi ”identitas” nasabah
penyimpan.
Perubahan
berikutnya mencakup para pihak yang berkepentingan untuk mendapatkan keterangan
yang menurut undang-undang adalah wajib dirahasiakan oleh bank.[7]
Adapun
para pihak yang berkepentingan atas dibukanya keterangan yang wajib
dirahasiakan mengenai nasabah bank menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
adalah sebagai berikut :
a.
Pejabat pajak untuk kepentingan perpajakan;
b.
Pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang
Negara (BUPLN/PUPN) untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan
kepada BUPLN/PUPN;
c.
Pejabat kepolisian, kejaksaan atau kehakiman untuk kepentingan peradilan
dalam perkara pidana;
d.
Hakim yang menangani perkara perdata antara bank dengan nasabahnya;
e.
Kalangan perbankan yang membutuhkan informasi keuangan nasabah bank
dalam rangka tukar menukar informasi antar bank;
f.
Pihak lain yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan atas permintaan,
persetujuan atau kuasa nasabah penyimpan
g.
Ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan dalam hal nasabah penyimpan
telah meninggal dunia.
Adapun ada dua teori mengenai kekuatan berlakunya asas
rahasia bank, yaitu:
·
Teori Mutlak (Absolute Theory) Menurut
teori ini, Rahasia Bank bersifat mutlak . Semua keterangan mengenai nasabah dan
keuangannya yang tercatat di bank wajib dirahasiakan tanpa pengecualian dan
pembatasan Dengan alasan apa pun dan oleh siapapun kerahasiaan mengenai nasabah
dan keuangannya tidak boleh dibuka (diungkapkan). Dan negara yang menganut
sistem ini adalah Swiss.
·
Teori Relatif (Relative Theory)
Menurut teori ini, rahasia bank bersifat relatif (terbatas). Semua keterangan
mengenai nasabah dan keuangannya yang tercatat di bank wajib dirahasiakan.
Namun bila ada alasan yang dapat dibenarkan oleh undang-undang, rahasia bank
mengenai keuangan nasabah yang bersangkutan boleh dibuka (diungkapkan) kepada
pejabat yang berwenang, misalnya pejabat perpajakan, pejabat penyidik tindak
pidana ekonomi. Teori inilah yang dianut oleh Negara pada umumnya terutama
Indonesia karena Teori Relatif ini sesuai dengan rasa keadialan.
C. Dasar Hukum Rahasia Bank
Ketentuan
rahasia bank, mula-mula diatur dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1992 sebagai
pengganti Undang-Undang No.14 Tahun 1967, yang kemudian diubah dengan
Undang-Undang No.10 Tahun 1998. Namun sebelumnya, ketentuan rahasia bank ini
diatur dalam Undang-Undang No.23 Prp Tahun 1960 tentang Rahasia Bank. Bila dibandingkan
terdapat rumusan pengertian rahasia bank yang berbeda antara Undang-Undang No 7
Tahun 1992 dengan Undang-Undang No. 10 Tahun1998.
D. Pengecualian Rahasia Bank
Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 secara limitatif menentukan pengecualian atas berlakunya
ketentuan rahasia bank dalam kegiatan usaha perbankan syariah. Pengeculian
ketentuan rahasia bank dalam kegiatan usaha perbankan syari’ah diatur dalam
ketentuan Pasal 42 sampai dengan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008.
Dari
pasal-pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
memberikan pengecualian dapat dibukanya informasi rahasia bank terhadap 6 hal,
artinya diluar enam hal yang dikecualikan tersebut tidak termasuk sebagai rahasia
bank.
Maka para
pihak yang berkepentingan untuk dapat membuka rahasia bank adalah sebagai
berikut :
a.
Untuk kepentingan penyelidikan pidana perpajakan diberikan pengecualian
kepada pejabat pajak berdasarkan perintah tertulis Pimpinan Bank Indonesia atas
permintaan Menteri Keuangan (Pasal 42);
b.
Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana diberikan pengecualian
kepada polisi, jaksa, hakim atau penyidik lain yang diberikan wewenang
berdasarkan undang-undang berdasrkan izin tertulis Pimpinan Bank Indonesia atas
permintaan Kepala Kepolisian, Jaksa Agung, dan ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia atau pimpinan instasi yang diberi wewenang untuk melakukan
penyelidikan (Pasal 43);
c.
Untuk kepetingan perkara perdata antara bank dengan nasabahnya diberikan
pengecualian kepada direksi bank yang bersangkutan tanpa harus memperoleh izin
Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 45);
d.
Dalam rangka tukar menukar informasi antara bank diberikan pegeculian
kepada direksi bank tanpa harus memeperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal
46);
e.
Atas persetujuan, permintaan atau kuasa dari nasabah penyimpan atau
nasabah investor dapat diberikan pengecualian secara tertulis kepada pihak yang
ditunjukan oleh nasabah penyimpan atau nasabah investor (Pasal 47);
f.
Adanya ahli waris yang sah untuk memperoleh keterangan mengenai simpanan
nasabah (Pasal 48).[8]
E. Sanksi Terhadap Pelanggaran Rahasia Bank.
Sesuai dengan ketentuan dalam Undang Undang
Nomor 7 Tahun 1992 sebagai mana telah di ubah dengan Undang Undang Nomor 10
Tahun 1998 dan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2008,pelanggaran terhadap ketentuan
kerahasiaan bank di kategorikan sebagai’’tindak pidana kejahatan”. Oleh karena
itu, pelanggaran ketentuan kerahasiaan bank , apabila di bandingkan dengan
hanya sekedar di kategorikan sebagai’’tindak pidana pelanggaran’’, maka
tentunya perlu di beri sanksi hukum pidana yang lebih berat lagi.[9]
Adapun
masalah berlakunya ketentuan pelanggaran rahasia bank, meskipun bersifat
universal, namun setiap negara memiliki
dasar hukum yang berbeda-beda. Negara yang mengatur berlakunya ketentuan
pelanggaran rahasia bank dengan ‘’hubungan kontraktual” adalah Inggris, Amerika
Serikat, Kanada, Australia, Belanda, Belgia, The Bahamas, The Cayman Island dan
beberapa negara lainnya. Di negara tersebut jenis pelanggarannya adalah
pelanggaran perdata (civil violation).
Penyimpangan hubungan kontraktual terjadi apabila kepentingan umum menghendaki
dan apabila secara tegas dikecualikan oleh ketentuan undang-undang tertentu.
Adapun kelompok kedua menentukan pelanggaran rahasia bank sebagai pelanggaran
publik atau pidana (criminal violation),
misalnya Swiss, Austria, Korea Selatan, Prancis, Luxembung, dan Indonesia
sendiri, serta beberapa negara lainnya.
Perbuatan
pelanggaran atas rahasia bank dalam kegiatan usaha perbankan syariah
dikategorikan sebagai ’’tindak pidana kejahatan’’ dan karenanya dapat dikenakan
ancaman hukum pidana sebagaimana di tentukan dalam Pasal 60 Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2008
Dengan
merujuk pada ketentuan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 menemtukan
dua jenis perbuatan atau tindak pidana yang berkaitan dengan kerahasiaan bank
dalam kegiatan usaha perbankan syariah, yaitu sebagai berikut.
1.
Tindak pidana yang di lakukan oleh setiap orang atau mereka yang dengan
sengaja tanpa membawa perintah tertulis
atau izin dari bank Indonesia, yang memaksa Bank Syariah, UUS, atau pihak yang
terafiliasi untuk memberi keterangan yang harus di rahasia oleh Bank Syariah,
UUS, atau pihak terafiliasi dalam rangka kepentingan penyidikan pidana
perpajakan dan peradilan dalam perkara pidana sebagaimana di atur dalam
ketentuan Pasal 42 dan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008.
2.
Tindak pidana yang di lakukan oleh anggota direksi, komisaris, pegawai
Bank Syariah, Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS atau pihak terafiliasi
lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh
Bank Syariah, Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS, atau pihak yang
teralifiliasi lainya sebagaimana di maksud dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008.
Sementara
itu, mengenai ancaman hukum pidan terhadap pelaku tindak pidana rahasia bank
dalam kegiatan usaha perbankan syariah sebagaimana di atur dalam ketentuan
Pasal 60 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, dapat di bedakan atas dua
jenis,yaitu sebagai berikut.
1.
Pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 4 (empat) tahun serta
pidana denda minimal Rp.200.000.000.000,00 (dua ratus miliyar rupiah) bagi:
·
Barang siapa;
·
Dengan siapa;
·
Tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 43;
·
Memaksa Bank Syari’ah, UUS, atau pihak Teralifiasi untuk memberikan
keterangan yang wajib dirahasiakan bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan
Pasal 43.
2.
Pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 4(empat) tahun serta
pidana denda minimal Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan maksimal Rp
8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) bagi:
·
Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai Bank Syari’ah, Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS;
·
yang dengan sengaja ;
·
tidak memberikan keterangan yang wajib atau seharusnya dirahasiakan
untuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44,47, dan 48.[10]
----------------------------------------------------------------------
-------------------------------------
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Didalam UU Perbankan Syari’ah telah dirumuskan pengertian rahasia bank, yaitu segala sesuatu yang berhubungan
dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya serta nasabah
investor dan investasinya.
2.
Ada beberapa faktor yang sangat
mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank adalah :
·
Integritas pengurus;
·
Pengetahuan dan kemampuan
pengurus baik berupa pengetahuan kemampuan manajerial maupun pengetahuan dan
kemampuan teknis perbankan;
·
Kesehatan bank yang bersangkutan;
·
Kepatuhan bank terhadap
kewajiban rahasia bank.
Ketentuan
rahasia bank, mula-mula diatur dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1992 sebagai
pengganti Undang-Undang No.14 Tahun 1967, yang kemudian diubah dengan
Undang-Undang No.10 Tahun 1998. Namun sebelumnya, ketentuan rahasia bank ini
diatur dalam Undang-Undang No.23 Prp Tahun 1960 tentang Rahasia Bank. Bila
dibandingkan terdapat rumusan pengertian rahasia bank yang berbeda antara
Undang-Undang No 7 Tahun 1992 dengan Undang-Undang No. 10 Tahun1998.
3. Maka para pihak yang berkepentingan untuk
dapat membuka rahasia bank adalah sebagai berikut :
a.
Untuk kepentingan penyelidikan pidana perpajakan diberikan pengecualian
kepada pejabat pajak berdasarkan perintah tertulis Pimpinan Bank Indonesia atas
permintaan Menteri Keuangan (Pasal 42);
b.
Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana diberikan pengecualian
kepada polisi, jaksa, hakim atau penyidik lain yang diberikan wewenang
berdasarkan undang-undang berdasrkan izin tertulis Pimpinan Bank Indonesia atas
permintaan Kepala Kepolisian, Jaksa Agung, dan ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia atau pimpinan instasi yang diberi wewenang untuk melakukan
penyelidikan (Pasal 43);
c.
Untuk kepetingan perkara perdata antara bank dengan nasabahnya diberikan
pengecualian kepada direksi bank yang bersangkutan tanpa harus memperoleh izin
Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 45);
d.
Dalam rangka tukar menukar informasi antara bank diberikan pegeculian
kepada direksi bank tanpa harus memeperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal
46);
e.
Atas persetujuan, permintaan atau kuasa dari nasabah penyimpan atau
nasabah investor dapat diberikan pengecualian secara tertulis kepada pihak yang
ditunjukan oleh nasabah penyimpan atau nasabah investor (Pasal 47);
f.
Adanya ahli waris yang sah untuk memperoleh keterangan mengenai simpanan
nasabah (Pasal 48).
B. SARAN
Penulis berharap semoga makalah ini
dapat menambah wawasan bagi pembaca. Dan penulis sadar bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran pembaca.
----------------------------------------------------------------------
-------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA
Jundiani,
Pengaturan Hukum Perbankan Syari’ah di Indonesia Malang: UIN Malang Press, 2009
Rachmadi
usman, Aspek Hukum Perbankan
Syari’ah di Indonesia Jakarta: Sinar
Grafika, 2012
Kuncoro Mudrajad dan Suhardjono, Manajemen
Perbankan Teori dan Aplikasi, Yogyakarta: BPFE, 2011.
Machmud Amir dan Rukmana,. Bank Syariah
Teori, Kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia, Jakarta: Erlangga. 2010.
Sumitro,
Warkum. Asas-Asas Perbankan Syariah.Jakarta: PT. Raja Grafindo Pesada,
2004.
Teguh Pudjo Muljono, Analisa
laporan keuangan untuk Perbankan, Jakarta:Djambatan, 1999.
[1] Rachmadi usman, Aspek Hukum Perbankan Syari’ah di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika,
2012) hlm 329
[2] Rachmadi Usman, loc.cit
[3] Ibid, hlm. 331.
[4] Jundiani, Pengaturan Hukum Perbankan Syari’ah di Indonesia ( Malang:
UIN Malang Press, 2009), hlm 175
[5] Ibid., hlm 176
[6] Ibid., hlm 177
[7] Undang-Undang Perbankan
Syari’ah Pasal 41
[8] Rachmadi
usman, Aspek Hukum Perbankan Syari’ah di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika,
2012) hlm 345
[9] Ibid, hlm. 341
[10]
Machmud Amir dan Rukmana,. Bank Syariah
Teori, Kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia, (Jakarta: Erlangga. 2010) hlm 110
Semoga Bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar