Makalah Mengenai Upaya Hukum
Latar Belakang, Macam-macamnya
IAIN Zawiyah Cot Kala Langsa |
IAIN Zawiyah Cot Kala
Langsa
-------------------------------------------------------------
------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Sejak dulu di Indonesia sudah terjadi
kasus-kasus hukum, seperti halnya kasus korupsi, kasus perceraian, dan
kasus-kasus yang lainnya. Seiring dengan perkembangan zaman, penyelesai hukum
yang sekarang agak berbeda dengan penyelesaian hukum pada zaman sebelumnya.
Sekarang ini, dalam menyelesaikan kasus-kasus hukum itu, sebagian besar para
pelaku menggunakan berbagai upaya hukum, agar dapat meringankan putusan hukum
yang seringan-ringannya. Ada dari mereka yang mengajukan upaya banding, ada
juga dari mereka yang menggunakan upaya kasasi ataupun upaya peninjauan kembali
(PK).
Oleh karena itu perlu adanya pemaparan
tentang apa yang dimaksud dengan upaya hukum beserta pembahasannya yakni
mengenai upaya hukum yang akan di tempuh apabila pelaku masih tidak puas karena
putusan hakim yang mungkin dinilai tidak adil dalam kasusnya. Upaya hukum
tersebut meliputi banding, kasasi dan upaya hukum luar biasa seperti peninjauan
kembali.
--------------------------------------------------------------
------------------------
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Upaya Hukum
Yang dimaksud dengan upaya
hukum ialah suatu usaha setiap pribadi atau badan hukum yang merasa
dirugikan haknya atau atas kepentingannya untuk memperoleh keadilan dan
perlindungan atau kepastian hukum, menurut cara-cara yang ditetapkan dalam
undang-undang.
Upaya hukum (pasal 1:12), hak dari
terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa
untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara
yang diatur dalam UU. Dua upaya yang dapat ditempuh:
1. Upaya
hukum biasa, yaitu meliputi:
a. Banding
b. Kasasi
2. Upaya hukum luar biasa[1]
a. Kasasi
demi kepentingan hukum (Pasal 259), semua putusan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dari pengadilan selain dari putusan MA, Jaksa Agung, dapat
mengajukan satu kali permohonan, putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak
boleh merugikan pihak yang berkepentingan.
b. Herziening, peninjauan kembali
terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (pasal
263:1). Peninjauan ini diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya. Alasan
pengajuan (pasal 263 ayat 2), apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan
dugaan kuat, bahwa apabila keadaan itu sudah diketahui sebelum sidang
berlangsung hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan bebas dari segala
tuntutan, atau ketentuan lebih ringan (novum), apabila putusan itu
dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau kekeliruan nyata.
Pengadilan ditetapkan.
3. Upaya
hukum grasi
wewenang dari Kepala Negara
untuk memberikan pengampunan terhadap hukuman yang telah dijatuhkan oleh Hakim,
untuk menghapus seluruhnya, sebagian atau merubah sifat atau bentuk hukuman
(pasal 14 UUD 1945)
Praperadilan (pasal 1:10)
wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur
dalam UU tentang, sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas
permintaan tersangka atau keluarga atau pihak lain atas kuasa tersangka, sah
atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas
permintaan tersangka/penyidik/penuntut umum, demi tegaknya hukum dan keadilan,
dan permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka, keluarga atau
pihak lain yang dikuasakan.
B. Upaya Hukum
biasa
KUHAP membedakan upaya hukum biasa dan
luar biasa. Upaya hukum
biasa merupakan Bab XVII sedangkan upaya hukum luar biasa Bab XVIII
Upaya hukum biasa terdiri dari dua bagian, Bagian Kesatu
tentang Pemeriksaan Banding dan Bagian Kedua tentang Pemeriksaan Kasasi.
1.
Pemeriksaan Tingkat Banding
a. Pengertian banding
Banding artinya
ialah mohon supaya perkara yang telah diputus oleh pengadilan tingkat pertama
diperiksa ulang oleh Pengadilan yang lebih tinggi (tingkat banding), karena
merasa belum puas dengan keputusan Pengadilan tingkat pertama. Yang merupakan Pengadilan tingkat
pertama adalah Pengadilan Agama (PA), sedangkan yang merupakan Pengadilan
Tingkat Banding adalah Pengadilan Tinggi Agama, (PTA) atau Pengadilan Tinggi
Umum (PTU). (pasal 6 UU No.7/1989).
Putusan
Pengadilan yang bisa diajukan banding adalah :
a. Putusan yang bersifat pemidanaan.
b. Putusan yang menyatakan dakwaan
batal demi hukum.
c. Putusan dalam
perkara cepat yang menyangkut perampasan kemerdekaan terdakwa.
d. Putusan
pengadilan tentang sah atau tidaknya penghentian penyidik atau penuntutan.
b. Syarat-syarat
banding
Adapun
yang merupakan syarat-syarat dari upaya banding adalah sebagai berikut :
a. Diajukan oleh pihak-pihak dalam perkara.
b. Diajukan dalam masa tenggang
waktu banding.
c. Putusan tersebut menurut hukum
boleh dimintakan banding
d. Membayar panjar biaya banding,
kecuali dalam hal prodeo.
e. Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan Agama yang putusannya dimohonkan
banding.
Untuk pemeriksaan tingkat banding dapat
dimintakan oleh pihak-pihak yang berperkara. Pihak lain di luar yang berperkara
tidak berhak mengajukan banding (pasal 6 UU No. 20/1947), kecuali kuasa
hukumnya. Untuk masa tenggang waktu pengajuan banding di tetapkan sebagai
berikut : bagi pihak yang bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan Agama
yang putusannya dimohonkan banding tersebut maka masa bandingnya 14 (empat
belas) hari terhitung mulai hari berikutnya dari hari pengumuman putusan kepada
yang bersangkutan. Sedangkan bagi pihak yang bertempat tinggal di luar hukum
Pengadilan Agama yang putusannya dimohonkan banding tersebut maka masa bandinya
ialah 30 (tiga puluh) hari terhitung mulai hari berikutnya dari hari pengumuman
putusan kepada yang bersangkutan. (pasal 7 UU No. 20/1947).
c. Mencabut permohonan banding
Sebelum permohonan banding diputus oleh
Pengadilan Tinggi Agama atau Pengadilan Tinggi Umum, maka permohonan tersebut
dapat dicabut kembali oleh pemohon. Apabila berkas perkara belum dikirimkan
kepada Pengadilan Tinggi Agama maka:[2]
a.
Pencabutan disampaikan kepada
Pengadilan Agama yang bersangkutan.
b.
Kemudian oleh Panitera dibuatkan akta
pencabutan kembali permohonan banding.
c.
Putusan baru memperoleh kekuatan hukum
tetap setelah tenggang waktu banding berakhir.
Pasal 233 ayat (1) KUHAP ditelaah
dihubungkan dengan pasal 67 KUHAP maka dapat disimpulkan bahwa semua putusan
pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding Kepengadilan Tinggi oleh
terdakwa atau yang khusus dikuasakan untuk itu atau penuntut umum dengan
beberapa kekecualian.
d. Tujuan banding
Tujuan banding ada dua yaitu
a. Menguji
putusan pengadilan tingkat pertama tentang ketepatannya
b. Untuk
memeriksa baru untuk keseluruhan perkara itu.
Oleh karena itu banding sering disebut juga revisi.
Penerikasan banding sebenarkan merupakan suatu penilaian baru. Jadi dapat diajukan
saksi-saksi baru, ahli-ahli, dan surat-surat baru.
Yang berhak mengajukan banding adalah terdakwa atau yang
dikuasakan khusus untuk itu atau penuntut umum. Waktu untuk mengajuakan banding
adalah tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan
kepada terndakwa yang tidak hadir. (pasal 233 ayat (1) dan (2) KUHAP). Dalam
hal ini panitera mencatat dan membuat akta mengena hal itu serta melekatkan
akta tersebut pada berkas perkara (Pasal 2344 ayat (2) KUHAP).
Dalam permintaan banding oleh panitera dibuat sebuah surat
keterangan yang ditandatangani olehnya dan juga oleh pemohon serta tembusannya
diberikan kepada pemohon yang bersangkutan (Pasal 233 ayat (3) KUHAP).
Jika waktu tujuh hari telah lewat tanpa dijatuhkan banding
oleh yang bersangkutan maka yang bersangkutan dianggap telah menerima. Putusan
(pasal 234 ayat (1) KUHAP) . Dalam hal ini panitera mencatat dan membuat akta
mengenai hal itu serta melekatkan akte tersebut pada berkas perkara (pasal 234
ayat (2) KUHAP).
Perlu
di perhatikan “bebas murni” (bebas dari dakwaan tidak boleh dibanding)
dan “bebas tidak murni” adalah suatu putusan yang bunyinya bebas hukum
yang di namai juga lepas dari segala tuntutan hukum terselubung (bedekt
onsilag van rechtsvervolging)
2.
Pemeriksaan Tingkat Kasasi
a. Pengertian Kasasi
Kasasi artinya
pembatalan putusan oleh Mahkamah Agung (MA). Sedangkan pengertian Pengadilan
Kasasi ialah Pengadilan yang memeriksa apakah judex fatie tidak salah dalam
melaksanakan peradilan. Upaya hukum kasasi itu sendiri adalah upaya agar
putusan PA dan PTA/PTU/PTN dibatalkan oleh MA karena telah salah dalam
melaksanakan peradilan.
b. Syarat-syarat kasasi
Ada beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam
mengajukan kasasi, yaitu sebagai berikut :
a.
Diajukan
oleh pihak yang berhak mengajukan kasasi.
b.
Diajukan masih dalam tenggang waktu
kasasi.
c.
Putusan atau penetapan PA dan
PTA/PTU/PTN, menurut hukum dapat dimintakan kasasi.
d.
Membuat memori kasasi (pasal 47 ayat
(1) UU No. 14/1985).
e.
Membayar panjar biaya kasasi (pasal
47).
f.
Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan
Agama yang bersangkutan.
Untuk permohonan kasasi hanya dapat diajukan dalam masa tenggang waktu
kasasi yaitu, 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan pengadilan
diberitahukan kepada yang bersangkutan (pasal 46 ayat (1) UU No. 14/1985).
Apabila 14 (empat belas) hari telah lewat tidak ada permohonan kasasi yang
diajukan oleh pihak yang bersangkutan maka dianggap telah menerima putusan
(pasal 46 ayat (2) UU No. 14/1985). Pemohon kasasi hanya dapat diajukan satu
kali (pasal 43 UU No. 14/1985).
c. Alasan-alasan kasasi
MA merupakan putusan akhir terhadap
putusan Pengadilan Tingkat Banding, atau Tingkat Terakhir dari semua lingkungan
Peradilan.
Ada beberapa alasan bagi MA dalam tingkat kasasi untuk
membatalkan putusan atau penetapan dari semua lingkungan peradilan,
diantarannya ialah sebagai berikut :
a. Karena tidak
berwenang atau melampaui batas wewenang.
b. Salah
menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
c. Lalai memenuhi syarat yang diwajibkan oleh
peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya
putusan yang bersangkutan (pasal 30 UU No. 14 /1985).
Suatu penetapan PA maupun PTA/PTU/PTN
yang menurut hukum tidak dapat dimintakan banding, maka dapat dimintakan kasasi
ke MA dengan alasan-alasan tersebut di atas. Untuk suatu putusan PA yang telah
dimintakan banding kepada PTA/PTU/PTN, maka yang dimintakan kasasi adalah
keputusan PTA tersebut, karena adanya banding tersebut berarti putusan PA telah
masuk atau diambil alih oleh PTA/PTU/PTN.
Mencabut permohonan kasasi (pasal 49 UU
No. 14/1985). Sebelum permohonan kasasi diputuskan oleh Mahkamah Agung maka
permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh pemohon, tanpa memerlukan
persetujuan dari pihak lawan, apabila berkas perkara belum dikirimkan kepada
MA, maka :
- Pencabutan disampaikan kepada PA yang bersangkutan,
baik secara tertulis maupun lisan.
- Kemudian oleh panitera dibuatkan Akta Pencabutan
Kembali Permohonan Kasasi.
- Pemohon tidak dapat lagi mengajukan permohonan
kasasi walaupun tenggang waktu kasasi belum habis.
- Berkas perkara tidak perlu di teruskan ke MA.
Tujuan kasasi adalah untuk
menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang
bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam menerapkan hukum.
Suatu permohonan kasasi dapat diterima atau ditolak untuk
diperiksa oleh Makamah Agung. Menurut KUHAP, suatu permohonan ditolak jika :
a.
Putusan yang dimintakan kasasi ialah putusan bebas.
b.
Melewati tenggang waktu penyampaian permohonan kasasi kepada
panitera pengadilan yang memeriksa perkaranya, yaitu 14 hari sesudah purusan
disampaikan kepada terdakwa.
c.
Sudah ada putusan kasasi sebelumnya mengenai perkara tersebut,
kasasi hanya dilakukan hanya satu kali.
d.
Pemohon tidak mengajukan memori kasasi.
e.
Tidak ada alasan kasasi
C. Upaya Hukum
Luar Biasa
Tercantum
didalam Bab XVIII KUHAP, yang terdiri atas dua bagian :[3]
1. Pemeriksaan Tingkat Kasasi Demi
Kepentingan Hukum
2. Peninjauan kembali putusan
pengadialan yang Telah Melaporkan Kekuatan Hukum Tetap.
Peninjauan
kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pengertian peninjauan kembali
Kata peninjauan kembali diterjemahkan dari kata “Herziening”
Mr. M. H. Tirtaamijaya menjelaskan herziening sebagai berikut : itu adalah
sebagai jalan untuk memperbaiki suatu putusan yang telah menjadi tetap-jadinya
tidak dapat diubah lagi dengan maksud memperbaiki suatu kealpaan hakim yang
merugikan si terhukum kalau perbaikan itu hendak dilakukan maka ia harus
memenuhi syarat, yakni ada sesuatu keadaan yang pada pemeriksaan hakim, yang
tidak diketahui oleh hakim itu, jika ia mengetahui keadaan itu, akan memberikan
putusan lain.
· Syarat-syarat
peninjauan kembali
Ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk peninjauan kembali diantaranya
sebagai berikut :
- Diajukan
oleh pihak yang berperkara.
- Putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
- Membuat surat permohonan peninjauan kembali yang
memuat alasan-alasannya.
- Membayar
panjar biaya peninjauan kembali.
- Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan Agama yang
memutus perkara pada tingkat pertama.
Adapun yang
berhak mengajukan peninjauan kembali adalah para pihak yang berperkara atau
ahli warisnya (yang dapat dibuktikan dengan akta dibawah tanda tangan mengenai
keahliwarisannya yang didelegasi oleh Ketua Pengadilan Agama) apabila pemohon
meninggal dunia (pasal 68 UU No. 14/1985), juga bisa dengan wakil yang secara
khusus dikuasakan untuk mengajukan permohonan PK dengan bukti adanya surat
kuasa. Adapun Permohonan PK diajukan dalam
masa tenggang waktu yang tepat yaitu 180 (seratus delapan puluh) hari.
Sebelum
berlakunya KUHAP, belum ada undang-undang yang mengatur pelaksanaan peninjauan
kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum
tetap.undang-undang tentang pokok kekuasaan kehakiman pada pasal 21 hanya
menyebut kemungkinan peninjauan kemabli itu, tetapi pelaksanaanya sesuai dengan
ketentuan undang-undang.
Permintaan
peninjauan kembali dilakukan atas dasar :[4]
1.
Apabila terdapat keadaan baru yang
menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu
siding masih berlangsung hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas
ndari segala tuntutan hokum atau tuntuntan penuntut umum tidak dapat diterima
atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
2.
Apabila dalam pelbagai putusan terdapat
pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai
dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu ternyata telah
bertentangan satu dengan yang lain
3.
Apabila putusan itu dengan jelas
memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Dalam rancangan
KUHP telah diatur tentang pemaafan oleh hakim (rechtelijkpat) yang mengatakan
terdakwa terbukti melakukan delik tetapi tidak ada pidana karena delik yng
dilakukan ringan dan telah memperbaiki diri.
Dalam
pasal 266 aayat (2) KUHAP ditemukan bahwa dalam hal Mahkamah Agung berpendapat
bahwa permintaan peninjauan kembaliu dapat diterimauntuk diperiksa, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a.Apabila
Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung menolak
permintaan peninjauan kembali dengan menetapkan bahwa putusan yang dimintakan
peninjauan kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangannya.
b.Apabila
Mahkamah Agung membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung membatalkan putusan
yang dimintakan peninjauan kembali itu dengan menjatuhkan putusan yang dapat
beruapa:
a. Putusan bebas
b. Putusan lepas
dari tuntutan hukum
c. Putusan tidak dapat menerima putusan
penuntut umum
d. Putusan dengan menetapkan ketentuan
pidana yang lebih ringan.
Upaya
Hukum Oleh Kepala Pemerintahan
a. Grasi
Grasi di muat pada pasal 14 Undang- Undang Dasar 1945 yang
rumusanya sebagai berikut :“presiden
memberi grasi,amnesti,abolisi ,dan rehabilitasi “ Menurut
penjelasan resmi dari makna grasi tersebut merupakan hak presiden sebagai
kepala Negara bukan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan .dengan demikian grasi
tersebut tidak termasuk upaya hukum .grasi mencakup arti pembebasan
,pengurangan ,atau penukaran sebagaian atau seluruhnya dari hukuman yang di
kenakan pengadilan grasi dapat di mohon atas hukuman mati ,penjara kurungan
.meskipun grasi tidak termasuk upaya hukum tetapi pada hakikatnya “putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi tidak pasti
(tetap) karena ada kemungkinan di bebaskan atau di kurangi”. Dalam hal “hukuman
denda” maka permohonan grasi tidak menunda pelaksanaan (eksekusi) tetapi jika
terpidana tidak mampu membayarnya maka dapat di tangguhkan ,demikian halnya dengan
hukuman jenis lainya.[5]
b. Amnesti
Merupakan suatu pernyataan terhadap orang banyak yang
terlibat dalam suatu tindak pidana untuk meniadakan suatu akibat hukum pidana
yang timbul dari tindak pidana tersebut. Amnesti ini diberikan kepada
orang-orang yang sudah ataupun yang belum dijatuhi hukuman, yang sudah ataupun
yang belum diadakan pengusutan atau pemeriksaan terhadap tindak pidana
tersebut.
c.Abolisi
Merupakan suatu keputusan untuk menghentikan pengusutan dan
pemeriksaan suatu perkara, dimana pengadilan belum menjatuhkan keputusan
terhadap perkara tersebut
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu tindakan Presiden dalam rangka mengembalikan hak seseorang yang telah hilang karena suatu keputusan hakim yang ternyata dalam waktu berikutnya terbukti bahwa kesalahan yang telah dilakukan seorang tersangka tidak seberapa dibandingkan dengan perkiraan semula atau bahkan ia ternyata tidak bersalah sama sekali.[6]
--------------------------------------------------------------
------------------------
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam peradilan
hukum ada beberapa macam upaya hukum, salah duanya adalah upaya hukum biasa dan
upaya hukum luar biasa, yang didalamnya menyangkut upaya banding, upaya kasasi,
dan upaya peninjauan kembali (PK).
Adapun yang dimaksud dengan upaya banding adalah memohon
supaya perkara yang telah diputus oleh pengadilan tingkat pertama diperiksa
ulang oleh Pengadilan yang lebih tinggi (tingkat banding), karena merasa belum
puas dengan keputusan Pengadilan tingkat pertama.
Sedangkan upaya kasasi adalah upaya agar putusan PA dan
PTA/PTU/PTN dibatalkan oleh MA karena telah salah dalam melaksanakan peradilan.
Dan yang dimaksud upaya peninjauan kembali (PK) adalah meninjau kembali putusan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena diketahuinya hal-hal baru
yang dulu tidak dapat diketahui oleh hakim, sehingga apabila hal-hal itu
diketahuinya maka putusan hakim akan menjadi lain.
Upaya hukum yang di berikan kepada kepala pemerintahan bukan
merupakan suatu upaya hukum, yakni menyangkut tentang amnesty,grasi,abolisi dan
rehabilitasi.
--------------------------------------------------------------
------------------------
DAFTAR PUSTAKA
Jaenal Arifin, Peradilan Agama
Dalam Bingkai Reformasi Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2008).
A Mukti Arto, Peradilan Agama
Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012).
Sutantio Retnowulan, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Gema insani Press, 1996.
Lubis Sulaikin, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama
diindonesia, Jakarta: Kencana,2005.
Harahap M. Yahya, Kedudukan Kewenangan dan Acara
Perdata Agama, Jakarta: Pustaka Kartinii 1993.
[1] Jaenal
Arifin, Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum Di Indonesia,
(Jakarta: Prenada Media, 2008).h.67
[2]
A
Mukti Arto, Peradilan Agama Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012).h.81
[4] Sutantio
Retnowulan, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Gema insani
Press, 1996.h.90
[5] Harahap M. Yahya, Kedudukan
Kewenangan dan Acara Perdata Agama, Jakarta: Pustaka Kartinii 1993.h.235
[6] Sutantio Retnowulan, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Gema insani
Press, 1996.h.35
Semoga Bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar