Makalah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER
(IBRAHIM UMAR VADILLO)
DISUSUN
OLEH:
Febby Kurnia Rahmadhani
Yuyun Handayani Manalu
Mara Hamdan Siregar
DOSEN PEMBIMBING
-
AKUNTANSI SYARIAH-A
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2018/2019
----------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T, atas segala kemampuan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelasaikan Tugas Makalah yang berjudul” Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer( Ibrahmi Umar Vadillo) pada mata kuliah “ Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”. Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, serta tak lupa sholawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad Swt atas petunjuk dan risalahNya, yang telah membawa zaman kegelaapan ke zaman terang benderang, dan atas doa restu dan dorongan dari berbagai pihak-pihak yang telah membantu kami memberikan referensi dalam pembuatan makalah ini.
Kami dapat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu kami sangat menghargai akan saran dan kritik untuk membangun makalah ini lebih baik lagi. Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga melalui makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Medan, November 2018
Penyusun
----------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………………2
Daftar Isi.............................................................................................................................3
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………….4
BAB II Pembahasan
2.1 Biografi Umar Ibrahim Vadillo……………………………………………..………..5
2.2 Karya Umar Ibrahim Vadillo………………………………………………..……….6
2.3 Pemikiran Ekonomi Islam meneurut Umar Ibrahim Vadillo…………….…………..7
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………..14
Daftar Pustaka……………………………………………………………………….…..15
----------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perkembangan
ekonomi islam modern di dunia saat ini merupakan sebuah fenomena yang menarik
untuk dikaji-kaji. Ide ekonomi islam setidaknya dimulai ketika para tokoh
–tokoh dunia islam (khususnya Timur Tengah) mulai menyadari terjadinya
ketimpangan dalam system ekonomi di dunia yang didominasi oleh system
kapitalis. System ekonomi ini dianggap perwakilan hegemoni Barat yang tidak
berpihak kepada negara-negara di dunia ketiga terutama negara-negara muslim.
Akibatnya, berbagai ketimpangan berupa tidak meratanya kemakmran negara-negara
di dunia menjadi suatu kenyataan yang tak terelakkan. Secara keilmuan, system
ekonomi konvensional juga dianggap telah melakukan pemisahan antara aspek
positif dan aspek normatif. Akibatnya muncul kecenderungan yang besar system ini
bebas nilai (value free) serta mengabaikan nilai-nilai moral.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Siapa Umar Ibrahim Vadillo?
2.
Apa saja karya-karya Umar Ibrahim Vadillo?
3.
Bagaimana pemikirian ekonomi islam menurut
Umar Ibrahim Vadillo?
----------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi Umar Ibrahim Vadillo
Umar
Ibrahim Vadillo adalah salah seorang murid
Syeikh ‘Abd al-Qadr al-Sufi, cendekiawan muslim asal Spanyol yang tidak
pernah lepas dari dinar. Vadillo adalah pelopor kembalinya dinar juga dirham di
abad modern ini. Tahun 1992 vadillo mencetak kembali dinar dirham di Granada.
Dinar adalah koin emas 22 karat seberat 4,25 gram dan dirham adalah koin perak
2,9 gram. Spesifikasi ini merujuk standar yang ditetapkan Khalifah Umar Ibn
al-Khattab selama 14 abad, dinar dirham berjaya sebagai alat tukar di negeri-negeri
muslim. Namun, paska jatuhnya kekhalifahan Ustmani Turki (1924) kedua mata uang
berbahan logam mulia itu perlahan menghilang. Dunia beralih menggunakan uang
kertas . Mata uang yang tidak bersandar pada emas dan perak. Bersama World
Islamic Trade Organisation (WITO) yang dipimpinnya, Vadillo gencar
memperkenalkan koin dinar dirham ke berbagai kalangan termasuk menemui berbagai
pemimpin di dunia. Vadillo adalah sosok dibalik promosi dinar yang kemudian
mendapat dukungan dari mantan Perdana Menteri Turki Necmettin Erbakan, Raja
Hassan II Maroko dan mantan PM Malaysia Mahattir Mohammad. Kembali menggunakan dinar-dirham, bukan romansa masa silam
melainkan bagian dari menegakkan sunnah Rasulullah yang runtuh.
Dinar-dirham adalah rahmat Islam bagi dunia. Sebaliknya, uang kertas
adalah sumber malapetaka bagi bumi dan umat manusia. Menurut Vadillo,
penggunaan uang kertas adalah mesin utama tegaknya kapitalisme di dunia saat
ini.
Akhir
Juni 2009. Profesor Umar Ibrahim Vadillo mampir ke
Indonesia. Dekan Dallas College Cape Town, Afrika Selatan itu diundang
menjadi salah satu pembicara dalam International Conference of Islamic
Economic System (ICIES) di Yogyakarta. Topiknya, mengembalikan
dinar sebagai alat tukar sesuai syariah. Kegiatan tersebut kerjasama STIE
Hamfara Yogyakarta, CISMOR, Universitas Doshisa Jepang dan Universitas Gadjah
Mada. Pada undangan yang disebar, panitia konferensi menambahi kalimat ‘the
man behind dinar’ di belakang namanya. Sebuah keterangan yang menunjukkan
sepak terjang Vadillo selama ini.
2.2
Karya Tulis Dan Buku Umar Ibrahim Vadillo
Selain Dinar dan Dirham yang kini mulai
diterapkan di mana-mana Shaykh Umar menghadirkan sejumlah pengetahuan kepada
kita melalui berbagai karya tulisnya, baik berupa buku, risalah, artikel,
maupun naskah pidato. Dua buku yang ia tulis pada awal 1990an adalah The End of Economics
(1991), kemudian The Return of Islamic Gold Dinar
(1996), dua judul buku yang merefleksikan perjalanan perjuangannya. Pada tahun
2003 sebuah bukunya yang lain, setebal hampir 1000 halaman, The Esoteric Deviation in Islam,
diterbitkan. Buku ini membedah penyakit yang diderita oleh sebagian kaum
muslimin sendiri, yang dalam kurun lebih dari 150 tahun belakangan ini,
mengambil jalan yang keliru, yakni mengasimilasikan Islam kedalam kapitalisme.
Dalam buku ini Shaykh Umar mengatakan asimilasi adalah 'upaya [kaum] kapitalis untuk membawa Islam ke dalam pandangan dunia (world view) mereka,' yang dengan jelas dapat dilihat khususnya pada proses 'islamisasi segala segi kehidupan'. Dua pintu pertamanya adalah ide tentang politik (negara) Islam dan ekonomi Islam. Kata 'Islam' dipakai sekadar menjadi 'siasat pemasaran' yang ditempelkan di belakang berbagai pranata kapitalistik tersebut: partai Islam, negara Islam, parlemen Islam, demokrasi Islam, bank Islam, pasar saham Islam, kartu kredit Islam, reksadana Islam, MLM (Multi Level Marketing) Islam, dan seterusnya. Akibat dari islamisasi kapitalisme ini adalah semakin tidak dikenalinya model kedidupan sosial ekonomi Islam sendiri, yakni muamalat.
Dalam buku ini Shaykh Umar mengatakan asimilasi adalah 'upaya [kaum] kapitalis untuk membawa Islam ke dalam pandangan dunia (world view) mereka,' yang dengan jelas dapat dilihat khususnya pada proses 'islamisasi segala segi kehidupan'. Dua pintu pertamanya adalah ide tentang politik (negara) Islam dan ekonomi Islam. Kata 'Islam' dipakai sekadar menjadi 'siasat pemasaran' yang ditempelkan di belakang berbagai pranata kapitalistik tersebut: partai Islam, negara Islam, parlemen Islam, demokrasi Islam, bank Islam, pasar saham Islam, kartu kredit Islam, reksadana Islam, MLM (Multi Level Marketing) Islam, dan seterusnya. Akibat dari islamisasi kapitalisme ini adalah semakin tidak dikenalinya model kedidupan sosial ekonomi Islam sendiri, yakni muamalat.
2.3
Pemikiran Ekonomi Islam Menurut Umar Ibrahim Vadillo
Nama Shaykh Umar Ibrahim Vadillo mulai
dikenal luas di dunia internasional pada awal 1990an. Ini dimulai ketika ia,
sebagai pemuda berusia 28 tahun, mencetak kembali koin Dinar emas dan Dirham
perak di Granada, Spanyol, pada 1992. Tindakan ini ia lakukan sebagai
konsekuensi dari terbitnya Fatwa Haramnya Uang Kertas sebagai Alat Tukar
yang ia terbitkan setahun sebelumnya, 1991. Fatwa itu sendiri ia terbitkan
sesudah beberapa tahun mempelajari secara mendalam persoalan muamalat dan riba
dalam syariat Islam. Mengharamkan uang kertas, dan kemudian mencetak kembali
koin emas dan koin perak? Bagi orang, tindakan pemuda Umar ini tentu saja
terlihat sebagai sebuah keasingan. Mengapa ia melakukannya? Paling tidak ada
dua alasan mendasar, yaitu:
Pertama, secara ekonomi politik sistem
uang kertas adalah mekanisme perompakan yang dilakukan oleh segelintir orang
atas semua orang lain yang menggunakan uang kertas tersebut. Namun demikian
hampir tidak ada yang melihatnya karena perompakan ini dilakukan secara
sistematis dan dilegalisir melalui undang-undang mata uang nasional atau Legal Tender Law.
Makna dari sistem ini adalah pemberian hak monopoli kepada satu pihak, dalam
hal ini Bank Sentral, untuk menerbitkan dan mengedarkan uang kertas, senilai
dan sebanyak yang mereka suka. Seluruh warga negara kemudian diwajibkan untuk
hanya menggunakan uang kertas bersangkutan sebagai alat tukar sehari-hari.
Akibat dari pencetakan uang kertas yang
terus-menerus, dengan tanpa jaminan komoditas apa pun sebagaimana pada awal
uang kertas itu diciptakan (uang kertas didukung oleh emas atau perak), adalah
inflasi yang terus-menerus. Dalam kehidupan sehari-hari yang dirasakan oleh
masyarakat adalah harga barang dan jasa yang terus-menerus naik. Tetapi, nilai
tukar barang-barang sebenarnya tidaklah berubah, yang berubah adalah nilai
tukar mata uang kertasnya yang terus-menerus merosot karena pencetakan dan
perputarannya yang tak terbatas. Pencetakan dan peredaran uang kertas itu
sendiri saat ini sepenuhnya berbasiskan kepada utang: uang kertas itu sendiri
adalah 'uang kredit'. Inflasi, tidak lain, adalah pemajakan paksa yang
dilakukan oleh perbankan kepada seluruh penduduk.
Bukan cuma itu, sistem uang kertas, dengan
motor penggeraknya sistem perbankan, karena tidak memiliki dukungan asset apa
pun, di satu titik akan meledak. Hal ini secara matematis dapat diperhitungkan,
hanya saat kehancurannya saja yang tidak dapat dipastikan. Tetapi, secara
empiris, kita telah berkali-kali mengalaminya, yang belakangan disebut-sebut
sebagai Krisis Moneter. Setiap kali Krisis Moneter terjadi, semakin besar
dampaknya, sampai nanti tiba krisis lain, mungkin yang terakhir, yang
meruntuhkan semuanya, hingga situasi tidak tertolong lagi.
Kedua, secara legal, dari sudut pandang Hukum Islam, sistem uang kertas
tidak lain adalah sistem riba. Karena nilainya hanyalah sebesar nilai intrinsik
kertasnya, yang tentu saja tak seberapa, dan penggunaannya yang dipaksakan,
uang kertas melanggar beberapa rukun dan syarat dasar perdagangan. Pertama-tama
Allah, subhanahu wa ta'ala, menyatakan bahwa dasar pertama perdagangan adalah
suka rela, dan itu termasuk dalam pemilihan alat tukar. Dalam pertukaran suka
rela ini barang yang dipertukarkan haruslah setara dengan setara. Artinya baik
barang yang diserahkan maupun alat tukar yang digunakan harus memiliki nilai
intrinsik. Syarat ketiga sahnya perdagangan adalah transaksi harus dilakukan
secara kontan. Baik barang maupun alat tukarnya harus diserahterimakan pada
saat yang bersamaan, tidak boleh salah satunya ditangguhkan. Substansi uang kertas, sebagaimana sebelumnya telah dijelaskan
secara ringkas, menjadikannya tidak dapat memenuhi ketiga syarat jual beli
tersebut. Uang kertas, sebagai alat tukar, tidak bersifat suka rela, tidak
memiliki kesetaraan nilai dengan barang yang dipertukarkan, dan tidak
memberikan pembayaran tunai. Dengan kata lain, secara ringkas, uang kertas
adalah riba. Dan di dalamnya terkandung sekaligus dua jenis riba, yaitu riba al
fadl, yakni riba yang timbul akibat penambahan nilai yang tidak dibolehkan
(dalam hal ini direfleksikan sebagai nilai nominal uang kertas) dan riba an
nasi'ah, yakni riba yang timbul akibat penangguhan pembayaran yang dilarang
(karena uang kertas adalah nota utang atas sejumlah harta tertentu, yang saat
ini utang itu pun bahkan tidak lagi diakui oleh penerbitnya).
Sebelum Shaykh Umar menerbitkan fatwa haramnya uang kertas dan mencetak kembali dinar dan dirham sebagai konsekuensinya, sejak dua dekade sebelumnya, Shaykh Dr Abdalqadir as-Sufi, pembimbing Shaykh Umar, telah menyampaikan kepada dunia kritiknya atas sistem uang kertas yang tidak adil dan rapuh ini. Tapi kritik itu hanya sampai pada sedikit orang dan dari yang sedikit itu lebih jarang lagi yang memberi sambutan dengan baik. Di banyak kalangan dan tempat kritik ini bahkan sangat tidak populer. Sampai terjadilah Krisis Moneter yang melanda Asia pada 1997-1998 lalu. Satu di antara sedikit tokoh yang kemudian mendengarkan saran solusi atas persoalan mendasar sistem finansial modern ini adalah Perdana Menteri Malaysia saat itu, Dr Mahathir Mohammad.
Sekitar sepuluh tahun kemudian, krisis
moneter sejenis kembali terjadi, kali ini di jantungnya sendiri yaitu di AS dan
Eropa. Dimulai pada akhir 2008, dengan persoalan gagal bayar pada kredit
perumahan di AS, yang diikuti dengan kebangkrutan beberapa perusahaan
finansial, seperti Lehman Brothers, dunia terus dibayangi bencana keuangan
global. Sampai lewat pertengahan 2010 krisis keuangan di Eropa, dengan pusatnya
di Yunani dan mulai menular ke Spanyol dan Portugal, membuka mata dunia akan
kebenaran segala yang disampaikan oleh Shaykh Abdalqadir sejak dua tiga dekade
lalu. Pengenalan kembali Dinar dan Dirham pun semakin luas diterima.
Momentum lain adalah kebijakan Negeri
Kelantan, Malaysia, sebagai institusi pemerintahan pertama di dunia yang
mengadopsi Dinar dan Dirham sebagai mata uang syariah. Negeri Kelantan secara resmi
mendirikan institusi khusus untuk ini, yaitu Kelantan Golden Trade (KGT) Sdn.
Bhd. YAB Dato Nik Abdul Aziz bib Nik Mat, Menteri Besar Kelantan, didampingi
oleh Menteri Keuangan Kelantan, Datuk Husam Musa, meresmikan peluncuran Dinar
Dirham Kelantan, 2 Ramadhan 1431 H lalu. Peresmian mata uang syariah ini
ditandai dengan penerapan Dinar dan Dirham secara luas: untuk pembayaran zakat,
transaksi jual beli, dan pembayaran gaji (mulai saat ini 25% gaji pegawai
negeri Kelantan akan dibayarkan dalam Dinar emas). Pada tahap awal ini di Kota
Bharu (ibu kota Kelantan), khususnya di Pasar Besar Siti Khadija, seribu
pedagang telah menerima Dinar dan Dirham. Di belakang gerakan Negeri Kelantan
itu pun, tidak lain adalah Shaykh Umar Vadillo, yang sejak 2009 menjabat sebagai
CEO KGT.
Untuk memastikan bahwa ekonomi berbasis
Dinar dan Dirham dapat berjalan secara universal, Shaykh Umar juga telah
memikirkan sebuah mekanisme pengaturan. Untuk itu, sejak awal pencetakan
prototipe Dinar dan Dirham, 1992, ia menginisiasi World Islamic Trading
Organization (WITO) dan, belakangan, World Islamic Mint (WIM). Produk pertama
yang dikeluarkan oleh WITO adalah standar teknis koin, yang didasarkan kepada
standar yang dibuat oleh Khalifah Umar ibn Khattab, serta rancang muka koin-koin
Dinar Dirham, yang saat ini dikenal sebagai Seri Haji, yaitu koin Dinar
bergambar masjid Nabawi dan koin Dirham bergambar Masjidil Haram.
Di luar itu berbagai corak koin Dinar dan Dirham mulai muncul, seperti
Seri Nusantara, sebagaimana yang diedarkan oleh WIN (Wakala Induk Nusantara),
Indonesia, dengan Dinar bergambar Masjid Demak dan
Dirham bergambar Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon. Terakhir adalah Dinar
dan Dirham Kelantan tersebut di atas, dengan gambar simbol Negeri Kelantan,
yakni dua ekor kijang, dengan mahkota serta senjata tradisional Kelantan. Meski
belum ada sebutan resminya Dinar dan Dirham Kelantan ini dapat digolongkan
sebagai Seri Pemerintah. Maka,
standarisasi teknis koin saja menjadi tak mencukupi. Ada persoalan otorisasi
pihak pencetak dan pengedar koin. Penerapan Dinar dan Dirham secara
internasional juga menimbulkan masalah standarisasi nilai tukar. Ini semua
menjadi agenda World Islamic Mint (WIM) yang saat ini dipimpin oleh Bapak Abu
Bakr Rieger, dari Jerman. Sebagai lembaga pengatur, WIM dilengkapi dengan
Shariah Counselor, yang berperan mengawasi soal-soal hukum, yang saat ini
dijabat oleh seorang imam dari Masjid Granada, Spanyol, yakni Haji Abdalhasib
Casteniera.
Ringkasnya berbagai hal di atas
menggambarkan apa yang dipikirkan dan dikerjakan oleh Shaykh Umar Vadillo
adalah sebuah kelengkapan pengetahuan dan amal, konsep dan praksis. Dia adalah
sosok seorang mujahid yang bukan saja tidak mengenal lelah, tetapi memiliki
visi akan kemenangan Islam. Sebab, keyakinannya sepenuhnya dilandasi oleh sikap
penyerahan diri secara total hanya kepada Allah, subhanahu wa ta'ala, kepada
kalimat dzikir la haula wala quwwata illa billah, sebagaimana setiap kali ia
sitir baik secara lisan maupun tulisan. Ia tidak mengenal adagium: Dawud melawan
Jalut. Adagiumnya adalah ketika Kebenaran Datang, Kebatilan Musnah. Selama
lebih dari dua puluh tahun terakhir ini Shaykh Umar tidak pernah berhenti dan
diam. Dia terus bergerak, dalam berbagai bentuk tindakan, menulis, mengajar,
mengerjakan, sambil menularkan semua itu kepada setiap orang. Ia tidak pernah
membeda-bedakan orang, ketika berbicara dengan seseorang di pinggir jalan atau
seorang kepala negara: ia melakukannya dengan isi dan bobot pesan yang sama.
Dan dengan visi yang juga sama: kemenangan Islam, kembalinya 'amal Ahlul Madinah.
Didalam buku Sultaniyya, Vadillo menyebutkan
bahwa salah satu penyebab krisis ekonomi adalah fenomena pasar keuangan yang
menerapkan konsep ribawi sehingga memungkinkan seseorang mendapatkan keuntungan
tanpa adanya ‘iwad(ganti). Ia menyebutkannya sebagai ekonomi spekulatif yang
besaran uangnya 100 kali lebih besar dari ekonomi rill. Dari penjelasan inilah
latar belakang yang mempengaruhi munculnya ekonomi islam. Ekonomi islam muncul
setidaknya dikarenakan adanya paradigm bahwa system kapitalis terbukti gagal
mensejahterakan manusia terutama negara-negara muslim. System ini juga dianggap
telah berjalan secara bebas nilai (value free) dan mengabaikan nilai-nilai
moral. Secara historis, kita dapat mencermati bawa pemikiran ekonomi islam
modern di dunia muncul 1970-an. Artinya
pemikiran ekonomi islam modern lebih dulu muncul dibandingkan dengan pemikiran
ekonomi yang digagas oleh Dinarist. Pemikiran ekonomi Dinarist setidaknya baru
terlihat sekitar tahun 1980 yaitu ketika gerakan ini mencetak dinar dan dirham
dan mnsosialisasikannya ke seluruh dunia.
Kembali menggunakan dinar dirham
bukan romansa masa silam melainkan bagian dari menegakkan sunnah Rasulullah
yang runtuh. Dinar dirham adalah rahmat islam bagi dunia. Sebaliknya, uang
kertas adalah sumber malapetaka bagi bumi dan umat manusia. Menurut Vadillo,
penggunaan uang kertas mesin utama tegaknya kapitalisme di dunia saat ini. Menurut Vadillo, kapitalisme dalam perspektif
Islam adalah berarti riba (usury). Dan Islam tegas mengharamkannya.
Praktik riba sebagai doktrin utama kapitalisme di era moderen ini
terjelma melalui penciptaan uang kertas (fiat money). Motornya adalah
perbankan yang mencetak uang dari kehampaan lalu memungut bunga-utang. Dari
sinilah berbagai petaka tercipta. Uang kertas, bunga-utang, memporak-porandakan
berbagai sendi kehidupan umat manusia. Berbagai kerusakan berlangsung
sangat cepat dan fantastis di bumi kita hanya dalam kurun waktu 75 tahun
terakhir. Kemiskinan, pengangguran, kelaparan, krisis lingkungan, moral
hazard dan sebagainya adalah sejumlah dampak nyata riba. Maka, bila ingin
lepas dari kapitalisme, jawabannya adalah: tinggalkan sejumlah praktik riba itu
lalu beralih sepenuhnya pada muamalah –tata perniagaan Islam.
Kembali menggunakan dinar-dirham, adalah pilar
pertama penegakan muamalah itu. Buku-buku Vadillo, mengurai
bagaimana implementasi dinar-dirham dalam kehidupan kekinian. Selain
sebagai alat tukar, kdua koin itu juga digunakan untuk membayar zakat,
mahar dan investasi. Pilar kedua, menghidupkan kontrak perdagangan yang halal
dan adil berupa qirad (pinjaman usaha) dan syirkah (kemitraan).
Kontrak jenis ini akan menghapuskan ketergantungan masyarakat moderen pada
perbankan yang hidup dengan memungut bunga-utang dan menciptakan uang dari
kenihilan. Ketiga, kembalinya karavan atau kumpulan kafilah pedagang
yang kehadirannya akan mengembangkan perdagangan melalui logistik dan aktifitas
ekspor. Keempat, kembalinya guild atau sentra-sentra kewirausahaan
mandiri. Ajaran Islam, menurut Vadillo, mengedepankan bertumbuhnya
kumpulan manusia (masyarakat) yang mampu berwirausaha. Bukan masyarakat buruh
yang hidupnya mengabdi pada majikan. Seiring bertumbuhnya gulid, akan
berdiri pula pilar kelima, yaitu, kembalinya pasar terbuka Islam. Pasar jenis
ini tidak mengenal sewa, pajak dan cukai. Semua orang bebas berdagang sepanjang
barang yang diperdagangkan halal sesuai syariat. Di pasar itu pula,
dinar-dirham digunakan sebagai alat tukar. Kehadiran kembali pasar terbuka Islam menjadi jalan
pembuka melepaskan dominasi monopolistik pasar moderen yang dikenal melalui supermarket
atau hypermarket yang dalam raktiknya terbukti telah menyapu bisnis para
pedagang kecil. Seluruh bangunan muamalah itu bukan wacana apalagi
utopia. Vadillo merujuk dan mengumpulkan pelbagai praktik historis yang sukses
diamalkan oleh generasi umat Islam pertama di Kota Madinah al-Munawarah pada
masa kepemimpinan Rasululah SAW dan berketerusan hingga tiga generasi
berikutnya: sahabat, pengikut (tabi’un) dan setelah pengikut (tabi’ut-tabi’in).
Di Indonesia saat ini, berbagai aspek muamalah itu mulai
diterapkan. Sejak tahun 2001, misalnya, koin dinar-dirham telah dicetak dan
beredar di Indonesia melalui wakala –jaringan gerai penukaran rupiah ke
dinar-dirham. Peredaran dan baku mutu koin berbahan logam mulia itu berada
dalam otoritas amirat yang menginduk ke WITO. Selain itu, pasar terbuka Islam
juga mulai dihidupkan. Beberapa di antaranya telah digelar di Mesjid Salman
ITB, Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran, Pesantren Daarut Tauhid, Gegerkalong,
dan Kampus UGM, Yogya. Seiring itu, komunitas pengguna dinar-dirham juga kian
bertambah luas. Menjadikan khasanah ‘Islam tradisional’ sebagai rujukan memang
keistimewaan karya-karyanya. Vadillo lahir, dibesarkan di Barat dan memahami
sejarah serta bangunan pemikiran Barat. Namun, setelah memeluk dan
mempelajari Islam, Vadillo tiba pada kesimpulan bahwa pola pikir, konsep
ekonomi dan sistem keuangan moderen Barat berdiri kokoh pada pilar-pilar riba.
Dalam sejumlah bukunya, Vadillo membentangkan berbagai bukti dan
temuannya betapa sistem ekonomi Barat telah gagal menyejahterakan
umat manusia. Daftar buku yang mengupas topik itu bisa terus diperpanjang. Heidegger
for Muslim (2006) ditulisnya bersama Abdalhaqq Bewley mengurai
bagaimana metode dan konsep berpikir filsafat Barat (non-Islam) terbukti gagal
mengatasi berbagai persoalan. Buku ini berasal dari materi perkuliahan yang
diberikan Vadillo di Dallas College. Bahkan, Vadillo juga menghindari
pendekatan kelompok Islam modernis yang menurutnya telah melakukan kekeliruan
karena mencampurkan cara pandang Barat dalam memahami Islam. Modernisme
Islam, tegas Vadillo, justru membuat umat Islam kian terpuruk dalam
kapitalisme.
Saat sebagian umat Islam merayakan kemunculan
bank syariah, misalnya, Vadillo justru mengeritiknya. “Bank syariah
adalah kuda troya dalam rumah Islam,” tulisnya. Kritik serupa juga ia
tujukan pada asuransi syariah, pasar modal syariah, kartu kredit syariah dan
pelbagai produk perbankan lainnya yang kini ramai dilabeli kata “syariah”.
Menurut Vadillo, “Semua labelilasi syariah itu hanya merupakan upaya
terselubung sekelompok pihak untuk melemahkan perlawanan Islam menentang riba selama 14 abad”.
Sungguh, ini adalah kritik yang tajam.
Bukunya yang lain, Esoteric Deviation in Islam
(2003), Vadillo menunjukkan lebih detil berbagai potret modernisasi di
dunia Islam itu kian membuat umat Islam terpinggirkan. Pada buku setebal seribu
halaman itu digambarkan, Islam sama sekali tidak membutuhkan modernisme.
Alih-alih modernisme Islam mampu menghapus kapitalisme, yang terjadi justru
hukum Islam telah diselewengkan untuk memperkaya sistem kapitalisme itu
sendiri. Hanya Islam, tanpa pengaruh modernisme, sebagai satu-satunya
jalan untuk ditempuh. “Islam bukan anti Barat. Islam hanya untuk bertakwa
kepada Allah” tegas Vadillo. Kentalnya warna Islam dalam karya-karya Vadillo
serta kegigihannya dalam berdakwah, tidak bisa dilepaskan dari peran Syeikh Dr
Abdalqadir as-Sufi, mursid tarikat Shadiliah-Darqawi yang menjadi gurunya. Dari
Syeikh as-Sufi, Vadillo mendalami fikih, muamalah, dan tasawuf. Sebelumnya,
Vadillo menimba ilmu di Augustinian College dan Universitas Madrid.
----------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Umar Ibrahim Vadillo
adalah salah seorang murid Syeikh ‘Abd
al-Qadr al-Sufi, cendekiawan muslim asal Spanyol yang tidak pernah lepas dari
dinar. Vadillo adalah pelopor kembalinya dinar juga dirham di abad modern ini.
Tahun 1992 vadillo mencetak kembali dinar dirham di Granada. Dinar adalah koin
emas 22 karat seberat 4,25 gram dan dirham adalah koin perak 2,9 gram. Nama Shaykh Umar Ibrahim Vadillo mulai dikenal luas di dunia
internasional pada awal 1990an. Ini dimulai ketika ia, sebagai pemuda berusia
28 tahun, mencetak kembali koin Dinar emas dan Dirham perak di Granada, Spanyol,
pada 1992. Tindakan ini ia lakukan sebagai konsekuensi dari terbitnya
Fatwa Haramnya Uang Kertas sebagai Alat Tukar yang ia
terbitkan setahun sebelumnya, 1991. Fatwa itu sendiri ia terbitkan sesudah
beberapa tahun mempelajari secara mendalam persoalan muamalat dan riba dalam
syariat Islam. Mengharamkan uang kertas, dan kemudian mencetak kembali koin
emas dan koin perak.
----------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------
DAFTAR
PUSTAKA
In Islamic Economics King Abdul Aziz Jeddah and The Islamic
Foundation, United Kingdom, 1976.
Hasibuanzay1996.blogspot.com/2017/10/pemikiran-ekonomi-islam-kontemporer.html?m=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar